Skip to main content

Salamullah Adalah Agama Baru

(Dialog Imajiner Antara Kiai dan Santrinya)

Ulil Abshar-Abdalla

Mantan Koordinator Jaringan Islam Liberal

Ini adalah dialog imajiner antara seorang santri dan kiainya. Topik yang mereka diskusikan adalah isu yang sekarang sedang marak dan panas dibicarakan di koran-koran Ibu Kota, yaitu penangkapan sejumlah aktivis kelompok Salamullah yang dipimpin oleh Lia Aminuddin.

Santri: Pak Kiai, mohon maaf jika pendapat saya ini kurang berkenan pada panjenengan. Saya agak gerah dengan sikap beberapa tokoh Islam soal kelompok Lia Aminuddin.

Kiai: Lo, kamu simpatisan Lia, toh?

Santri: Bukan, sama sekali bukan, Kiai. Saya hanya merasa janggal, kenapa kelompok itu dianggap sesat dan harus diadili. Menurut hukum dan konstitusi kita, semua orang kan berhak memeluk keyakinan dan beribadah sesuai dengan keyakinannya itu.

Kiai: Begini, Anakku. Abaikan dulu soal konstitusi dan hukum kita. Kita kan punya aturan main sendiri dalam Islam. Mari kita lihat kasus Lia ini dari sudut pandang Islam.

Santri: Baik kalau begitu, Kiai. Menurut panjenengan, bagaimana kasus ini dipandang dari sudut Islam?

Kiai: Lo, kok malah kamu yang nanya. Kamu yang mulai pembicaraan ini, ya kamu dong yang lempar bola duluan. Saya kan tinggal menanggapi saja.

Santri: Maaf, Kiai. Saya emmm... agak grogi.

Kiai: Katanya santri "liberal", kok masih takut-takut sama kiai. Saya ini kan kiai demokrat, didebat sama santri juga ndak apa-apa. Ayo, silakan ngomong. Jangan lupa wedang-nya ini diminum. Ini ada juga jajanan pasar dari Bu Nyai. Kita ngobrol seperti seorang teman saja, ya. Aku ndak enak kalau memerankan diri jadi "kiai" terus. Capek.

Dalam hati, si santri itu agak geli. "Saya juga capek memerankan diri jadi santri terus. Sekali-sekali, pingin juga merasakan bagaimana jadi "kiai"," katanya pada dirinya sendiri.

Santri: Begini, Kiai. Menurut saya, apakah tepat kita menghakimi kelompok Lia ini dari sudut pandang Islam?

Kiai: Lo, apa maksumu? Kan ya sudah semestinya toh kita, sebagai orang Islam, memandang segala sesuatu dari sudut pandang Islam.

Santri: Begini, Kiai. Kita berhak menghakimi kelompok Lia dari sudut pandang Islam, kalau kelompok ini memang masih ada dalam keluarga Islam. Misalnya kemarin itu, kasus Ahmadiyah. Saya setuju jika MUI, misalnya, turut campur menanggapi soal Ahmadiyah karena kelompok ini memang masih dalam batas-batas Islam, meskipun taruhlah, beberapa orang tak setuju. Orang-orang Ahmadiyah juga masih merasa menjadi bagian dari Islam. Jadi, Kiai, kita berhak mengadili Ahmadiyah karena dia masih menjadi anggota keluarga kita. Tapi apakah kasus Lia demikian?

Kiai: Wah, boleh juga pendapat kamu ini. Coba teruskan. Aku ingin mendengarkan argumen kamu lengkap supaya aku bisa menilainya dengan jernih.

Santri: Kiai, ketidaktepatan MUI dan beberapa tokoh Islam lain adalah menganggap kelompok Lia ini adalah sempalan dari Islam, sehingga umat Islam berhak memberikan penilaian atas mereka. Bagaimana kalau faktanya kelompok Lia ini, Kiai, bukan sempalan, tapi adalah agama baru?

Kiai: Baik, baik. Terus....

Santri: Suatu agama tidak bisa dinilai berdasarkan standar agama lain. Maksud saya, Kiai, bukan berarti kita sebagai muslim tidak boleh menilai agama lain berdasarkan akidah kita. Tentu, itu boleh-boleh saja, tapi itu adalah bagian dari keyakinan kita sendiri. Tapi keberadaan agama lain tidak bergantung pada penilaian kita. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa agama Kristen tidak berhak ada di Indonesia karena dalam standar Islam yang kita peluk agama ini keliru dan sesat. Itu tidak bisa karena hak agama Kristen untuk ada di Indonesia dijamin oleh undang-undang dan konstitusi.

Kiai: Begini, Anakku. Pendapat kamu baik, dan tajam sekali. Aku menghargai itu. Tapi ingat, kita berhak menilai kelompok Lia ini karena dia banyak memakai atribut Islam.

Santri: Seperti apa, Kiai?

Kiai: Lia mengatakan menerima wahyu dari Jibril. Ini masalah. Jibril adalah hak Islam, agama lain tak boleh ikut-ikut memakai tokoh itu. Lia memakai istilah Imam Mahdi. Istilah itu milik Islam, jadi kelompok Lia tak boleh pakai. Kalau Lia mau bikin agama baru, boleh saja. Tapi silakan pakai istilah dan akidah yang baru sama sekali, dan jangan pinjam milik orang lain. Itu etika antarsesama agama lo, ya.

Santri: Mohon maaf, Kiai. Bukankah soal pinjam-meminjam ini sudah pernah dilakukan oleh Islam dulu?

Kiai: Maksud kamu?

Santri: Kita semua tahu, Islam sendiri lahir dengan meminjam banyak kosakata dan akidah dari agama-agama sebelumnya. Hampir sebagian besar nabi yang berjumlah 24 sebelum Nabi Muhammad itu adalah milik agama Yahudi. Hukum potong tangan itu sudah ada sebelum Islam. Hukum qishah itu milik Torah. Tawaf di Ka'bah itu sudah ada berabad-abad di Mekkah. Institusi nikah juga sudah ada sebelum Islam, meskipun harus diakui, Islam membawa pembaruan. Tapi ide nikah sendiri bukan asli dari Islam. Jadi, Kiai, kalau Lia pinjam dari Islam, itu wajar saja. Islam dulu juga melakukannya.

Kiai: Memang Islam banyak meminjam dari agama sebelumnya karena Islam hanya meneruskan wahyu-wahyu yang datang sebelumnya. Tapi Islam juga mengoreksi penyelewengan-penyelewengan yang dibuat oleh pemeluk agama terdahulu. Jadi Islam itu ibarat "semir" yang membuat sepatu yang sudah tua dan sudah ada sejak lama menjadi mengkilat kembali.

Santri: Istilah yang Kiai pakai bagus sekali, "semir".

Kiai: Jangan dipahami harfiah. Itu metafor, kalau menurut anak sekolahan. Kalau bahasa pensantrennya, majaz. Kamu sudah pernah belajar kitab 'Uqud al-Juman, toh?

(Catatan: 'Uqud al-Juman adalah kitab klasik tentang teori sastra Arab yang dikarang oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti. Kitab ini banyak diajarkan di pesantren.)

Si santri hanya mengangguk saja, seraya berkata kepada dirinya sendiri, saya tak paham sepenuhnya semua keterangan dalam kitab itu. Rumit.

Santri: Maaf, Kiai. Bagaimana kalau Lia juga berpendapat serupa? Dia melihat dalam Islam banyak distorsi. Bukankah distorsi tak hanya milik agama di luar Islam, tapi Islam sendiri juga bisa mengalami distrosi?

Kiai: Oh, tidak. Di Islam sudah ada mekanisme internal untuk mengoreksi distorsi itu, yaitu siklus pembaruan setiap 100 tahun. Kita punya sistem pengawasan melekat. Jadi, menurut Nabi, setiap 100 tahun, Allah akan membangkitkan seseorang yang memperbarui agama Islam. Jadi Islam tak butuh agama lain sekadar untuk mengoreksi distorsi yang ada di dalam dirinya.

Betul juga, kata santri kepada dirinya sendiri. Tapi dia masih belum sreg dengan jawaban si kiai.

Santri: Baik, Kiai. Kalau Islam tujuannya mengoreksi agama sebelumnya, kan lebih baik bermain di dalam, bukan dari luar. Maksud saya, Kiai, akan lebih efektif Islam menjadi korektor agama Kristen dan Yahudi dengan tetap berada dalam lingkungan kedua agama itu, bukan menjadi agama terpisah. Masak Kiai lupa, argumen sebagian para aktivis zaman Orba dulu.

Kiai: Maaf, saya potong, ya. Saya ndak kenal mereka. Jadi jangan salahkan saya kalau saya ndak tahu. Coba teruskan, apa kata mereka?

Santri: Maaf, Kiai. Dulu, pada zaman Pak Harto, sebagian aktivis politik bilang, kalau kita mau melakukan perubahan dalam pemerintahan Orba, lebih baik bekerja dari dalam, bukan mengkritik dan koar-koar dari kejauhan seperti LSM yang didanai asing itu. Nah, dengan memakai argumen ini, Kiai, saya akan mengatakan, kenapa Islam mendirikan agama baru kalau tujuannya untuk mengkritik Kristen dan Yahudi. Bukankah lebih baik bekerja dari dalam saja? Kan kritik dari dalam lebih didengar ketimbang dari luar.

Kiai: Kritik dari dalam sudah tidak bisa lagi karena kerusakan di dua agama itu sudah begitu parahnya. Jadi butuh agama baru untuk mengoreksi.

Si santri tak sabar untuk langsung menjawab.

Santri: Nah, Lia, atau tepatnya Jibril, mungkin juga berpikir begitu, Kiai. Kerusakan dalam Islam sudah begitu parah sehingga kritik dari dalam Islam sudah tak mempan lagi. Jadi dibutuhkanlah agama baru.

Percakapan mulai memanas. Kiai mulai memperbaiki posisi duduknya sambil menjentikkan rokok di asbak. Si santri tentu tak berani merokok di hadapan Kiai.

Kiai: Sebentar, sebentar, kehadiran Islam mengakhiri seluruh rangkaian agama di dunia ini. Jadi setelah Islam datang, berakhirlah seluruh mata rantai kritik-koreksi itu. Karena itu, jika betul Lia mengaku mendirikan agama baru, jelas hal itu batal karena tak ada agama baru setelah Islam datang.

Santri: Ya, Islam boleh menyatakan begitu, Kiai. Setiap agama berhak mengaku, dirinya adalah agama terakhir. Kita tak bisa menyanggah itu jika itu merupakan keyakinan. Saya sendiri tak yakin, Kiai, ada ajaran tentang Islam sebagai agama terakhir. Setahu saya, yang ada adalah pernyataan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Tapi Islam adalah agama terakhir, sepertinya tak ada, baik di Quran maupun di hadis.

Kiai: Betul, kamu betul. Tapi bukankah agama baru mensyaratkan nabi baru? Jika Quran mengatakan tak ada nabi setelah Nabi Muhammad, itu artinya, tak ada agama baru.

Santri: Baik, Kiai. Kita abaikan dulu soal apakah pernyataan tak ada nabi baru berarti otomatis tak ada agama baru. Tapi secara faktual, klaim bahwa Islam adalah agama terakhir itu tak terbukti. Buktinya, 500 tahun lalu, lahir agama baru, yaitu agama Sikh yang sekarang mempunyai pengikut sekitar 20 juta di seluruh dunia. Setelah itu, Mirza Husein Ali Nuri mendirikan agama baru pada abad ke-19, yaitu agama Bahai. Jadi belum terlalu lama. Kesimpulannya, secara faktual, agama baru muncul terus setelah Islam, walaupun Islam menolak.

Kiai: Fakta itu tetap tak bisa membatalkan akidah kita bahwa setelah Nabi Muhammad tak ada nabi baru, dus dengan demikian agama baru juga tak ada.

Santri: Akidah kita itu milik kita sendiri, Kiai. Tapi akidah itu tak bisa dipakai untuk menilai sah-tidaknya keberadaan kelompok lain. Kita punya akidah bahwa agama Kristen itu salah, tapi kita toh tak bisa mengatakan, Kristen harus hengkang dari Indonesia. Semua agama, salah atau benar, berhak ada di bumi Indonesia. Itu dijamin oleh konstitusi negara kita.

Kiai: Sebentar, kamu dari tadi mengatakan bahwa Lia ini membawa agama baru. Apa buktinya?

Santri: Syarat-syarat kelompok Lia Aminuddin untuk menjadi agama baru itu sudah ada semua, Kiai.

Kiai: Apa itu?

Santri: Di sana ada wahyu, ada kitab suci, ada nabi, ada umat, ada ritual, dan ada tata cara ibadah tertentu. Bahkan mereka juga mempunyai lagu-lagu tertentu yang mereka nyanyikan seperti pujian yang kita lantunkan di langgar menjelang salat jemaah itu, Kiai.

Kiai: Lo, kamu dapat info lengkap itu dari mana?

Santri: Maaf, Kiai, sejak di pesantren kita dibuka warnet, saya sering online, Kiai. Saya baca banyak koran, majalah, dan situs-situs lain melalui Internet. Semua ada di sana, Kiai. Lengkap... kap.

Boleh juga santriku ini, kata Kiai kepada dirinya sendiri. Kalau begini, aku harus pasang Internet juga, biar ndak kalah informasi dengan santri-santri.

Kiai: Jadi, menurut kamu, Lia ini mendirikan agama baru, ya?

Santri: Betul, Kiai. Karena kelompok Lia ini adalah agama baru, kita tak berhak menghakimi mereka. Kita boleh mempunyai keyakinan bahwa mereka memeluk agama yang sesat, tapi mereka tak boleh dihukum atau dilarang. Mereka harus diperlakukan seperti pemeluk agama lain. Saya kira, penilaian MUI dan umumnya tokoh Islam di Jakarta itu kurang tepat karena mereka menggadaikan Lia masih dalam keluarga Islam, padahal sama sekali tidak. Mereka sudah berdiri sebagai agama terpisah.

Saat si kiai hendak menanggapi si santri, tiba-tiba terdengar suara salam. Ada seorang tamu datang. Pembicaraan terputus. Si santri buru-buru berlalu ke belakang, membantu menyiapkan minuman dan kue sekadarnya untuk tamu itu. Namun, dia puas sekali karena hari itu bisa berdiskusi secara leluasa dengan Kiai.

Koran Tempo

Popular posts from this blog

Contoh Checklist saat beli mobil bekas

Diambil dari Majalah AutoBild Edisi 54 100 Checklist Mobil Bekas Berkualitas Kriteria Penilaian : (A) Problem minor. Biasanya karena habis dipakai dan normal terjadi di mobil yang sudah berumur. Tapi hal ini bisa dijadikan bahan negosiasi harga. Dan jika mobilnya masih relatif baru, problem ini juga bisa berarti biaya mahal. (B) Cacat yang bisa menjadi serius, jika membutuhkan investigasi lebih lanjut. (C) Kemungkinan adalah problem serius yang mahal dan sulit diperbaiki hingga normal. (D) JANGAN beli mobil ini!!!!!!!!!! Kesan Pertama 1. Dimana anda mobil tersebut? Jika diperlukan, dapatkah Anda menemukan penjualnya kembali? (D) 2. Apakah alamat penjualnya jelas? (D) 3. Bicara langsung ke penjual; apakah pertanyaan Anda dijawab dengan sigap? (D) 4. Lihat dan perhatikan sisi kendaraan, apakah terlihat lurus dan simetris? (D) 5. Periksa setiap sisi untuk mengenali kerusakan berat. (C) 6. Periksa celah antar panel, seharusnya rata dan konsisten. Jika tidak, ada kemungkinan

Daftar Alamat Bank Jabar Banten (BJB) Jakarta

Alamat dan telpon Kantor Cabang , Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Bank Jabar dan Banten yang berlokasi di Jakarta meliputi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur , Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan Kantor Cabang - Bank Jabar Banten - Jakarta Nama KC Alamat Telpon Fax JAKARTA Bank DEVISA Jl.Jend.Sudirman Kav.2 Gedung Arthaloka Lt.Dasar & Lt.4 Jakarta Pusat 021-2511448, 2511449 021-2511450, 2514415 HASYIM ASHARI Jl. KH. Hasyim Ashari No. 32-34, Jakarta Pusat 021-6330676 021-6324430 MANGGA DUA Gedung Masterina Jl. Mangga Dua Raya Blok F1 No. 1-3 Jakarta Pusat 021-62204094, 62204095, 62204096 021-62204093 KEBAYORAN BARU Graha Iskandarsyah Lt. 2 JL. Iskandarsyah Raya no. 66 C Kebayoran Baru 12160 - Jakarta Selatan 021-7229777, 7207334 021-7206990, 7209941 RAWAMANGUN Jl. Pemuda No. 97 Kec. Pulogadung - Jakarta Timur 021-47861771, 47868072, 47868073 021-47863209 Kantor Cabang Pembantu - Bank Jabar Banten - Jakarta NAMA KCP ALAMAT TELPON

Cara ganti baterai keyBCA

http://groups.yahoo.com/group/stmpnb/message/2271 Nasabah BCA yang terhormat, Terima kasih atas kepercayaan Anda menggunakan layanan KlikBCA Individu  untuk melakukan berbagai transaksi perbankan Anda. Berdasarkan data yang ada pada kami, saat ini Anda telah menggunakan  KeyBCA dengan tipe Activcard. Bila baterai KeyBCA sudah lemah akan muncul icon/tanda gambar yang  menunjukkan bahwa KeyBCA dalam kondisi "low battery", maka Anda harus segera  mengganti baterai utamanya dengan baterai baru segera setelah icon tersebut  muncul. (Pada waktu penggantian baterai, KeyBCA harus dalam kondisi tidak  aktif). Berikut ini langkah-langkah penggantian baterai :  1. Buka penutup baterai KeyBCA yang terletak di bagian belakang KeyBCA      sebelah kanan bawah.  2. Ganti baterai utama dengan baterai baru  (proses ini harus berlangsung        dengan cepat) .  3. Tutup kembali penutup baterai KeyBCA.  4. KeyBCA sudah bisa digunakan kembali.  Keterangan : tipe baterai CR2032/3V-22