http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/10/0107.htm
Jelantah Gantikan Solar, Kucing pun Senang
TIDAK usah heran kalau suatu waktu melihat bagian pembuangan mobil atau knalpot tengah dikerubuti kucing. Binatang itu tampak asyik menciumi knalpot. Memang mobil itu bukanlah kendaraan biasa yang memakai bahan bakar konvensional melainkan jenis sumber energi baru. Uniknya teknologi ini merupakan karya anak bangsa guna mencari sumber energi alternatif pengganti solar.
Penelitian ini dirasakan sangat pas di tengah krisis kelangkaan bahan bakar minyak (BMM) yang melanda Indonesia. Masyarakat di beberapa daerah pun sempat panik, termasuk Jawa Barat. Betapa tidak, karena peranan BBM saat ini sebagai sumber energi yang vital.
Hampir seluruh sektor baik transportasi, industri, juga sebagian pembangkit listrik masih mengandalkan energi tersebut. Namun begitu, sebenarnya di alam ini masih banyak bahan baku yang bisa dipakai untuk menggantikan sumber energi minyak bumi.
Sekelompok peneliti yang tergabung dalam Kamusakti (Keluarga Alumni Mesin Universitas Trisakti) Jakarta bersama beberapa mahasiswa Jurusan Mesin Usakti yang tergabung dalam TAC (TMED Automotive Club), memakai minyak goreng bekas atau jelantah untuk menggerakkan mesin diesel. Terobosan teknologi bahan bakar pengganti solar ini dipamerkan pada Gaikindo Auto Expo 2005 di Jakarta Convention Center (JCC).
"Idenya muncul didorong oleh percobaan yang dilakukan sekolah lain, seperti ITB yang memakai buah jarak untuk menggantikan solar. Kami di Jakarta pun tidak mau kalah, apalagi minyak jelantah relatif mudah didapatkan," kata Rafli, mahasiswa Usakti jurusan Teknik Mesin angkatan 2001.
Tentunya karena minyak jelantah memiliki spesifikasi berbeda dengan solar, penyesuaian teknologi pun dilakukan. Semacam alat konversi (converter) dan penyaring residu ditambahkan pada mesin. Converter ini berguna untuk memanaskan minyak jelantah, karena sifat minyak kelapa sawit yang mudah membeku. Alat penyaring residu sendiri dipakai untuk menyeleksi partikel bekas menggoreng yang masih ada. "Pada prinsipnya memang mesin temuan Rudolf Diesel ini bisa digerakkan oleh berbagai tumbuhan yang ada di alam ini," kata Rafli.
Prototipe pertama dengan alat konversi yang masih sederhana dicoba pada bulan Maret 2005. Menurut Rafli, hasilnya cukup mengembirakan karena mesin diesel Isuzu Panther bisa hidup layaknya memakai bahan bakar solar.
Setelah mesin berhasil dihidupkan tanpa masalah, percobaan pun dilanjutkan dengan menjalankan kendaraan itu keliling kampus. Mesin pun ternyata berjalan normal tanpa terdengar suara ngelitik dan bergetar tenang.
Percobaan pun memasuki tahap selanjutnya yaitu pengujian kecepatan dan akselerasi. Dari hasil tes yang dilakukan dengan alat khusus kecepatan dan vericon untuk akselerasi, didapatkan perbedaan yang tidak terlalu jauh.
Kecepatan maksimal mesin diesel berbahan bakar minyak jelantah hanya lebih rendah 3,5% dibandingkan solar. Waktu akselerasi kendaraan pun berbeda beberapa detik saja. Torsinya memang lebih kecil sekira 5%, namun hal itu tidak menjadi persoalan karena teknologi itu masih dalam tahap pengembangan.
Hal yang mengembirakan justru didapat pada hasil uji emisi gas buang. Tingkat polutan yang dihasilkan jauh lebih baik, terbukti dari indikator opacity-nya setengah lebih rendah dari solar. Asap pembuangan pun berwarna putih yang menandakan itu lebih ramah lingkungan. "Bahkan emisinya lebih baik daripada hasil pembakaran Isuzu Panther yang baru keluar dari pabrik," kata Rafli.
Bau pembuangannya menurut Rafli berbeda jauh dengan solar. Karena minyak jelantah yang dipakai maka baunya bermacam-macam, tergantung kepada bekas makanan yang digoreng. "Kalau minyaknya bekas menggoreng ikan asin, baunya pun bau ikan asin. Begitu pula jika bekas ayam goreng, baunya pun beraroma ayam goreng. Malahan saya kalau mau memakai mobil percobaan ini terpaksa harus hati-hati, karena dikhawatirkan ada kucing di bawah mobil. Maklum bau yang dikeluarkannya bisa menimbulkan hasrat kucing untuk mendekat. Kami bangga dengan temuan itu walaupun hasilnya perlu penyempurnaan untuk energi alternatif. Apalagi saat ini Indonesia dilanda kelangkaan energi minyak bumi ," ujar Rafli. (Gun/ovi/doe)***