Nurul Hidayati - detikcom
Jakarta - Nyaris semua koran ibukota edisi Selasa (25/10/2005) mengangkat judul seragam: semua anggota DPR kompak menerima tambahan tunjangan Rp 10 juta mulai November depan tanpa 'perlawanan'. Kebijakan ini mendapat sorotan miring media massa, yang merupakan cermin masyarakat.
Harian Kompas, misalnya, mengambil judul "Tunjangannya Naik DPR Tak Bereaksi" dan sub judul "November Dapat Rp 50 Juta per Anggota". Harian paling berpengaruh di negeri ini cukup pedas mengomentari hal itu.
Coba simak alinea pertamanya: Berbeda dengan saat menghadapi kenaikan harga BBM, suara anggota DPR, Senin (24/10), tidak lagi vokal atas rencana kenaikan tunjangan operasional DPR sendiri. Rapat paripurna berjalan mulus dan menanggapi dingin krtik masyarakat atas naiknya tunjangan Rp 10 juta itu.
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono kemarin semula diperkirakan akan diwarnai tanggapan sejumlah anggota yang "prihatin", sebagaimana diwartakan media massa sebelumnya. Namun, dugaan itu ternyata meleset.
Tajuk rencana harian ini juga cukup menghentak, dengan judul "Berpolitik tanpa empati". Salah satu potongan sikap koran raksasa ini adalah Betapa tidak punya hatinya, ketika rakyat sedang ditimpa beban yang begitu berat, para wakil rakyat justru memanfaatkan anggaran demi mengurangi beban yang harus mereka tanggung. Tambahan tunjangan Rp 10 juta yang diterima setiap anggota DPR jelas diberikan sebagai bagian dari keputusan mereka untuk mengurangi subsidi BBM. Itu terlihat dari pembahasan pemberian tambahan tunjangan yang dilakukan bersamaan dengan pembahasan pengurangan subsidi BBM.
Harian Media Indonesia juga mengambil tema menghujam yaitu "DPR Tidak Punya Nurani". Sikap koran milik Surya Paloh ini juga cukup 'ketus'. Editorialnya dijuduli "Sandiwara Keji DPR". Aliea pertamanya berbunyi Sebuah sandiwara yang mengecoh diperlihatkan dengan amat sempurna oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Bila rakyat miskin di daerah bunuh-bunuhan untuk memperoleh uang Rp100.000 dari dana kompensasi bahan bakar minyak (BBM), anggota Dewan bersandiwara kata demi meloloskan uang Rp10 juta yang disebut sebagai tunjangan operasional ke kantong masing-masing.
Sedangkan Koran Tempo menjadikan peristiwa itu sebagai foto utama. Foto itu menggambarkan seorang anggota DPR tengah tertidur dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang pada Senin kemarin. Sedangkan di kiri kanannya hanya kursi kosong melompong. Maklum, wakil rakyat yang terhormat selama ini memang belum mampu mengusir kebiasaan buruknya:membolos plus tertidur pulas.
Sedangkan beritanya berjudul "DPR Setuju Terima Kenaikan Tunjangan Rp 10 juta". Sub judulnya adalah "Anggota Dewan yang kaget itu munafik."
Harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post, juga menurunkan tema itu sebagai berita judul dengan titel "House pursues extra Rp 10m in allowances". Koran ini juga cukup tajam menanggapi hal tersebut. Tulisnya,"The House of Representatives may claim it empathized with peoplewho are facing increased economic hardship as prices for many goods rise, but almost all of its 550 members appeared to stick with their recent decision to raise their monthly incomes by up to 30 percent..
Harian Rakyat Merdeka dengan judul-judul besar khasnya, menjuduli beritanya dengan "Mana Berani, Presiden Batalkan Tunjangan DPR". Koran ini juga memasang foto sidang paripurna dengan kursi yang kosong melompong.
Harian Indo Pos menempatkan berita itu sebagai headline halaman politika di halaman dua. Judulnya,"Tunjangan Dewan Mulus." Judul kecilnya adalah FPDIP tidak menolak, Effendy Choiri Batal Interupsi".
Berita ini juga diisi dengan sindiran yang tak kalah pedasnya, yaitu: Anjing menggongggong kafilah tetap berlalu. Itulah sikap yang diambil DPR. Kendati rencana kenaikan tunjangan operasional anggota dewan Rp 10 juta memancing kritik pedas dari sejumlah kalangan, dalam rapat paripurna kemarin, para wakil rakyat itu tetap menyetujuinya.
Harian ini juga memasang tabel gaji dan tunjangan DPR dengan jumlah take home pay Rp 36.806.560, belum termasuk tunjangan jabatan.
Anda juga geregetan? (nrl)
detikcom
Jakarta - Nyaris semua koran ibukota edisi Selasa (25/10/2005) mengangkat judul seragam: semua anggota DPR kompak menerima tambahan tunjangan Rp 10 juta mulai November depan tanpa 'perlawanan'. Kebijakan ini mendapat sorotan miring media massa, yang merupakan cermin masyarakat.
Harian Kompas, misalnya, mengambil judul "Tunjangannya Naik DPR Tak Bereaksi" dan sub judul "November Dapat Rp 50 Juta per Anggota". Harian paling berpengaruh di negeri ini cukup pedas mengomentari hal itu.
Coba simak alinea pertamanya: Berbeda dengan saat menghadapi kenaikan harga BBM, suara anggota DPR, Senin (24/10), tidak lagi vokal atas rencana kenaikan tunjangan operasional DPR sendiri. Rapat paripurna berjalan mulus dan menanggapi dingin krtik masyarakat atas naiknya tunjangan Rp 10 juta itu.
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono kemarin semula diperkirakan akan diwarnai tanggapan sejumlah anggota yang "prihatin", sebagaimana diwartakan media massa sebelumnya. Namun, dugaan itu ternyata meleset.
Tajuk rencana harian ini juga cukup menghentak, dengan judul "Berpolitik tanpa empati". Salah satu potongan sikap koran raksasa ini adalah Betapa tidak punya hatinya, ketika rakyat sedang ditimpa beban yang begitu berat, para wakil rakyat justru memanfaatkan anggaran demi mengurangi beban yang harus mereka tanggung. Tambahan tunjangan Rp 10 juta yang diterima setiap anggota DPR jelas diberikan sebagai bagian dari keputusan mereka untuk mengurangi subsidi BBM. Itu terlihat dari pembahasan pemberian tambahan tunjangan yang dilakukan bersamaan dengan pembahasan pengurangan subsidi BBM.
Harian Media Indonesia juga mengambil tema menghujam yaitu "DPR Tidak Punya Nurani". Sikap koran milik Surya Paloh ini juga cukup 'ketus'. Editorialnya dijuduli "Sandiwara Keji DPR". Aliea pertamanya berbunyi Sebuah sandiwara yang mengecoh diperlihatkan dengan amat sempurna oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Bila rakyat miskin di daerah bunuh-bunuhan untuk memperoleh uang Rp100.000 dari dana kompensasi bahan bakar minyak (BBM), anggota Dewan bersandiwara kata demi meloloskan uang Rp10 juta yang disebut sebagai tunjangan operasional ke kantong masing-masing.
Sedangkan Koran Tempo menjadikan peristiwa itu sebagai foto utama. Foto itu menggambarkan seorang anggota DPR tengah tertidur dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang pada Senin kemarin. Sedangkan di kiri kanannya hanya kursi kosong melompong. Maklum, wakil rakyat yang terhormat selama ini memang belum mampu mengusir kebiasaan buruknya:membolos plus tertidur pulas.
Sedangkan beritanya berjudul "DPR Setuju Terima Kenaikan Tunjangan Rp 10 juta". Sub judulnya adalah "Anggota Dewan yang kaget itu munafik."
Harian berbahasa Inggris, The Jakarta Post, juga menurunkan tema itu sebagai berita judul dengan titel "House pursues extra Rp 10m in allowances". Koran ini juga cukup tajam menanggapi hal tersebut. Tulisnya,"The House of Representatives may claim it empathized with peoplewho are facing increased economic hardship as prices for many goods rise, but almost all of its 550 members appeared to stick with their recent decision to raise their monthly incomes by up to 30 percent..
Harian Rakyat Merdeka dengan judul-judul besar khasnya, menjuduli beritanya dengan "Mana Berani, Presiden Batalkan Tunjangan DPR". Koran ini juga memasang foto sidang paripurna dengan kursi yang kosong melompong.
Harian Indo Pos menempatkan berita itu sebagai headline halaman politika di halaman dua. Judulnya,"Tunjangan Dewan Mulus." Judul kecilnya adalah FPDIP tidak menolak, Effendy Choiri Batal Interupsi".
Berita ini juga diisi dengan sindiran yang tak kalah pedasnya, yaitu: Anjing menggongggong kafilah tetap berlalu. Itulah sikap yang diambil DPR. Kendati rencana kenaikan tunjangan operasional anggota dewan Rp 10 juta memancing kritik pedas dari sejumlah kalangan, dalam rapat paripurna kemarin, para wakil rakyat itu tetap menyetujuinya.
Harian ini juga memasang tabel gaji dan tunjangan DPR dengan jumlah take home pay Rp 36.806.560, belum termasuk tunjangan jabatan.
Anda juga geregetan? (nrl)
detikcom