Jakarta, Kompas - Surat Utang Negara atau SUN Ritel yang tengah dipersiapkan oleh pemerintah diperkirakan akan memiliki karakteristik yang mirip deposito. Dengan karakteristik ini, pemegang SUN Ritel dimungkinkan untuk menerima bunga setiap bulan.
”Kami akan pertimbangkan ada kupon yang bisa diuangkan atau dibayar per bulan. Selain itu, kalau diambil sebelum jatuh tempo mungkin akan kena penalti. Di samping itu, kalau harga bagus, bisa dijual sehingga mendapatkan keuntungan, dengan demikian akan lebih menarik,” ujar Direktur Pengelolaan SUN Departemen Keuangan Rachmat Walujanto di Jakarta, Selasa (7/2).
Menurut Rachmat, saat ini pemerintah memfokuskan perhatian pada empat hal. Pertama, ongkos transaksi yang timbul dalam penerbitan SUN Ritel antara lain biaya pemrosesan, biaya kustodian, dan biaya administrasi. Kedua, penentuan harga patokan yang tepat sebelum SUN Ritel itu diterbitkan. Harga patokan itu harus yang mencerminkan marked to market (nilai pasar yang wajar) atas penawaran dan permintaan sehingga harus dikenal di pasar.
”Ketiga, kami harus melihat pengaruhnya terhadap instrumen investasi yang lain. Karena bisa berpengaruh terhadap investor reksa dana juga deposan. Keempat, mencari pihak yang bersedia membeli SUN Ritel pada kondisi apa pun (liquidity provider). Kami masih mempersiapkan berbagai infrastruktur yang akan dibangun itu. Kalau SUN Ritel dikeluarkan dengan pecahan yang kecil, tentu ongkosnya bisa lebih tinggi. Harga patokan tidak bisa ditentukan sepihak, harus melalui proses yang dikenal oleh pasar,” katanya.
Rachmat menegaskan, dengan karakteristik yang memungkinkan adanya penjualan kembali pada saat investor memerlukan dana, pemerintah sangat memerlukan adanya lembaga yang siap membeli kapan pun. Dengan demikian, pemerintah tengah mempersiapkan distributor atau dealer utama (primary dealer) sebagai penyedia dana.
”Pemegang SUN Ritel bisa menjual kapan pun. Sulit, kalau tidak ada pihak yang jadi pembeli yang siap kapan pun,” katanya.
Menurut Rachmat, pemerintah berharap penjualan SUN Ritel tidak terbatas pada kalangan perbankan saja, namun lebih luas lagi di kalangan perusahaan efek. Penjualan SUN Ritel ini diharapkan dapat dimulai paling lambat di awal Semester II 2006.
”Investor itu kalau mau membeli instrumen investasi akan membandingkan antara satu bentuk investasi dengan lainnya, misalnya dengan deposito dan reksa dana. Untuk SUN Ritel, yang paling penting adalah adanya penentuan harga yang dikenal pasar melalui perdagangan. Kalau di bursa, semua orang bisa mengeluarkan penawaran sehingga terjadi jual beli. Investor lebih banyak melihat kupon dan tidak melihat kurva imbal hasil. Mereka hanya membandingkan kupon dengan bunga deposito,” katanya.
Penerbitan SUN
Sementara itu, Dirjen Perbendaharaan Negara Mulia P Nasution mengatakan, pemerintah akan menerbitkan kembali dua seri SUN pada tanggal 14 Februari 2006. Target indikatifnya ditetapkan sebesar Rp 3 triliun.
”Kedua seri itu adalah FR0033 (reopening) dan FR0035. Seri FR0033 mempunyai tingkat bunga tetap sebesar 12,5 persen dan jatuh tempo tujuh tahun pada tanggal 15 Maret 2013. Adapun seri FR0035 akan jatuh tempo 16 tahun atau pada tanggal 15 Juni 2022. Kami berusaha untuk menerbitkan SUN ini secara teratur agar pasar dapat mengantisipasi,” katanya.
Hingga saat ini, Depkeu telah mengumumkan secara resmi jadwal penerbitan SUN selanjutnya, yakni tanggal 14 Maret 2006 dan 11 April 2006. Sebelumnya, pemerintah menyerap dana Rp 5,85 triliun dari penerbitan SUN seri FR0033 dan FR0034 pada bulan Januari 2006. (OIN)