BANDUNG: PT Bursa Efek Surabaya (BES) telah menyiapkan lima produk efek baru yang diperkirakan dapat diperdagangkan secepatnya pada tahun depan.
Direktur BES T Guntur Pasaribu mengatakan lima produk itu merupakan bagian program pengembangan pasar surat utang di Indonesia yakni Interest Rate Futures, Efek Beragunan Aset, Mortgage Backed Securities, Collate-ralized Mortgage Obligation (CMO), dan Collateralized Bond Obligation (CBO).
Semuanya memiliki fungsi efek biasa di pasar modal, kecuali Interst rate Futures. "Interest Rate Futures itu nantinya akan berperan sebagai fungsi hedging [lindung nilai]," jelasnya.
Dari kelima surat utang itu, lanjut dia, produk CBO diramalkan akan paling diminati pasar karena produk ini memungkinkan penerbitan obligasi dengan menggunakan obligasi lainnya sebagai kolateral.
Khusus soal EBA, menurut dia, BES tengah mengintensifkan upaya penghapusan pajak berganda atas produk tersebut guna mengoptimalkan penyerapan pasar atas produk sekuritisasi aset itu pada tahun depan.
Guntur mengatakan persoalan pajak atas produk EBA sebenarnya sudah diatur dalam Bapepam-LK yang keluar baru-baru ini, namun praktik di lapangan sering berbeda.
"Pajak itu bisa dikoordinasikan. Dalam peraturan mengenai EBA [persoalan pajak] itu sudah diatur. Kami hanya meminta di lapangan lebih disederhanakan dan dipermudah," tuturnya kepada pers, akhir pekan lalu.
Samakan persepsi
Saat ini, lanjut dia, BES terus berdiskusi dengan Ditjen Pajak untuk menyamakan persepsi agar originator atau manajer investasi tak dikenakan pajak penambahan nilai (PPN) dua kali.
Menurut dia, pemerintah perlu memberikan insentif perpajakan bagi EBA agar para pelaku pasar berminat memperjualbelikan instrumen yang dikenal sama amannya dengan obligasi itu. Selama ini, faktor perpajakan itu menjadi salah satu pendorong originator domestik menerbitkan EBA di luar negeri (off shore).
"Di samping untuk mencari dolar, saya pikir itu juga karena perpajakan."
Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia
Direktur BES T Guntur Pasaribu mengatakan lima produk itu merupakan bagian program pengembangan pasar surat utang di Indonesia yakni Interest Rate Futures, Efek Beragunan Aset, Mortgage Backed Securities, Collate-ralized Mortgage Obligation (CMO), dan Collateralized Bond Obligation (CBO).
Semuanya memiliki fungsi efek biasa di pasar modal, kecuali Interst rate Futures. "Interest Rate Futures itu nantinya akan berperan sebagai fungsi hedging [lindung nilai]," jelasnya.
Dari kelima surat utang itu, lanjut dia, produk CBO diramalkan akan paling diminati pasar karena produk ini memungkinkan penerbitan obligasi dengan menggunakan obligasi lainnya sebagai kolateral.
Khusus soal EBA, menurut dia, BES tengah mengintensifkan upaya penghapusan pajak berganda atas produk tersebut guna mengoptimalkan penyerapan pasar atas produk sekuritisasi aset itu pada tahun depan.
Guntur mengatakan persoalan pajak atas produk EBA sebenarnya sudah diatur dalam Bapepam-LK yang keluar baru-baru ini, namun praktik di lapangan sering berbeda.
"Pajak itu bisa dikoordinasikan. Dalam peraturan mengenai EBA [persoalan pajak] itu sudah diatur. Kami hanya meminta di lapangan lebih disederhanakan dan dipermudah," tuturnya kepada pers, akhir pekan lalu.
Samakan persepsi
Saat ini, lanjut dia, BES terus berdiskusi dengan Ditjen Pajak untuk menyamakan persepsi agar originator atau manajer investasi tak dikenakan pajak penambahan nilai (PPN) dua kali.
Menurut dia, pemerintah perlu memberikan insentif perpajakan bagi EBA agar para pelaku pasar berminat memperjualbelikan instrumen yang dikenal sama amannya dengan obligasi itu. Selama ini, faktor perpajakan itu menjadi salah satu pendorong originator domestik menerbitkan EBA di luar negeri (off shore).
"Di samping untuk mencari dolar, saya pikir itu juga karena perpajakan."
Oleh Arif Gunawan S.
Bisnis Indonesia