Rabu, 07/10/2009 16:37 WIB
Kisah Korupsi Ayat Terkait Rokok di UU Kesehatan
Nograhany Widhi K - detikNews
Ilustrasi (Dok. Detikcom)
Jakarta - Satu ayat di UU Kesehatan yang berkaitan dengan rokok dikorupsi setelah disahkan pada 14 September 2009. Di mana proses korupsi ayat itu bisa dilakukan? Siapa yang kemungkinan bisa mengkorupsi ayat itu?
Ayat 2 yang dikorupsi itu memang menjadi inti dari Pasal 113. Berikut petikan lengkap Pasal 113 yang terdiri dari 3 ayat:
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
Nah, saat dikirimkan ke Setneg untuk ditandatangani dan menjadi Lembaran Negara, pasal 2 dihapus. Pasal 3 menjadi pasal 2.
Adalah mantan anggota DPR Komisi IX dari Partai Demokrat (PD) dr Hakim Sorimuda Pohan SpOG yang concern terhadap masalah rokok yang memergoki masalah ini karena mendapat protes dari masyarakat.
"Di alat komunikasi saya banyak yang protes. 'Pak ini sudah dikebiri, yang di FB berbeda dengan yang sekarang, sudah disunat'" kisah Hakim yang menerima protes saat kembali dari Tasikmalaya memberikan advokasi kesehatan reproduksi.
Hakim pun memeriksa naskah yang dimilikinya saat disahkan dan diketahui Pasal 113 itu lengkap. Dia lalu melacak ke bagian Sekretariat DPR dan menerima naskah UU Kesehatan. Kepala Bagian Sekretariat Komisi IX pun menjelaskan bahwa naskah itu sudah dikembalikan dari Setneg.
"Nah ini, kenapa tinggal 2 ayat? Mereka katakan kembali dari Setneg sudah seperti ini. Saya tak percaya begitu saja, karena sampul luarnya sudah bahan final, sudah ada kertas putih tebal hardcover mengkilap berlogo DPR RI warna emas, itu artinya draf final dari DPR. Mengapa bisa berubah?" cerita Hakim saat jumpa pers di Hotel Sofyan Betawi, Jl Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2009).
Dia lalu membuka ayat penjelasan di draf final itu. Dan ternyata ayat penjelasnya masih mensyaratkan pasal 113 itu 3 ayat. Personel yang ada di bagian sekretariat pun tidak bisa berkata apa-apa.
"Kalian hati-hati ya, mungkin saja dari kalian ada yang menerima dari industri rokok. Mungkin menerima Rp 5 miliar atau berapa, hati-hati kalian!" ancam Hakim pada Sekretariat DPR.
Saat itu Hakim dan pegiat antirokok pun rapat di ruangannya. Hakim memutuskan untuk mengirimkan surat ke pimpinan pansus UU Kesehatan yang juga pimpinan Komisi IX, Ketua DPR, Badan Kehormatan dan Presiden tertanggal 29 September 2009.
Menurut Hakim, baru sekarang ini hal tentang rokok masuk dalam UU Kesehatan. UU Kesehatan yang lama UU 23/1992 pasal yang mengatur tentang tembakau tak berhasil masuk karena ada permainan dari industri rokok. Yang bisa masuk menyangkut psikotropika.
"Sekarang Alhamdulillah bisa masuk. Ini seperti take and give. RUU Perlindungan Dampak Tembakau jadi dijegal, tak diapa-apakan di Badan Legislasi (Baleg) DPR," kata dia.
Sedangkan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Kartono Mohamad yang mendapatkan draf UU Kesehatan saat disahkan terkejut ayat 2 Pasal 113 itu hilang dari soft copy UU Kesehatan versi Setneg yang dikirimkan ke emailnya.
"Saya marah-marah. Saya langsung berkomunikasi dengan Irjen Depkes Faiq Bahfen apakah itu sengaja dihilangkan? Dia bilang tidak hilang, lalu saya ngecek di Kabag Biro Hukum Depkes Pak Budi, dia juga bilang itu tidak hilang. Ternyata Depkes tidak tahu ayat itu hilang," kata Kartono.
Sebelumnya Kartono juga sempat menyayangkan karena pasal yang mengatur tentang iklan rokok disepakati pemerintah dan DPR untuk dihilangkan. Untuk ayat 2 Pasal 113 ini, Kartono menduga ada ketidaksinkronan.
"Jadi hilangnya atas pengetahuan Setneg, Sekretariat DPR atau bahkan atasannya Pak Faiq (Menkes)?" ujar Kartono.
(nwk/nrl)
Kisah Korupsi Ayat Terkait Rokok di UU Kesehatan
Nograhany Widhi K - detikNews
Ilustrasi (Dok. Detikcom)
Jakarta - Satu ayat di UU Kesehatan yang berkaitan dengan rokok dikorupsi setelah disahkan pada 14 September 2009. Di mana proses korupsi ayat itu bisa dilakukan? Siapa yang kemungkinan bisa mengkorupsi ayat itu?
Ayat 2 yang dikorupsi itu memang menjadi inti dari Pasal 113. Berikut petikan lengkap Pasal 113 yang terdiri dari 3 ayat:
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
Nah, saat dikirimkan ke Setneg untuk ditandatangani dan menjadi Lembaran Negara, pasal 2 dihapus. Pasal 3 menjadi pasal 2.
Adalah mantan anggota DPR Komisi IX dari Partai Demokrat (PD) dr Hakim Sorimuda Pohan SpOG yang concern terhadap masalah rokok yang memergoki masalah ini karena mendapat protes dari masyarakat.
"Di alat komunikasi saya banyak yang protes. 'Pak ini sudah dikebiri, yang di FB berbeda dengan yang sekarang, sudah disunat'" kisah Hakim yang menerima protes saat kembali dari Tasikmalaya memberikan advokasi kesehatan reproduksi.
Hakim pun memeriksa naskah yang dimilikinya saat disahkan dan diketahui Pasal 113 itu lengkap. Dia lalu melacak ke bagian Sekretariat DPR dan menerima naskah UU Kesehatan. Kepala Bagian Sekretariat Komisi IX pun menjelaskan bahwa naskah itu sudah dikembalikan dari Setneg.
"Nah ini, kenapa tinggal 2 ayat? Mereka katakan kembali dari Setneg sudah seperti ini. Saya tak percaya begitu saja, karena sampul luarnya sudah bahan final, sudah ada kertas putih tebal hardcover mengkilap berlogo DPR RI warna emas, itu artinya draf final dari DPR. Mengapa bisa berubah?" cerita Hakim saat jumpa pers di Hotel Sofyan Betawi, Jl Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2009).
Dia lalu membuka ayat penjelasan di draf final itu. Dan ternyata ayat penjelasnya masih mensyaratkan pasal 113 itu 3 ayat. Personel yang ada di bagian sekretariat pun tidak bisa berkata apa-apa.
"Kalian hati-hati ya, mungkin saja dari kalian ada yang menerima dari industri rokok. Mungkin menerima Rp 5 miliar atau berapa, hati-hati kalian!" ancam Hakim pada Sekretariat DPR.
Saat itu Hakim dan pegiat antirokok pun rapat di ruangannya. Hakim memutuskan untuk mengirimkan surat ke pimpinan pansus UU Kesehatan yang juga pimpinan Komisi IX, Ketua DPR, Badan Kehormatan dan Presiden tertanggal 29 September 2009.
Menurut Hakim, baru sekarang ini hal tentang rokok masuk dalam UU Kesehatan. UU Kesehatan yang lama UU 23/1992 pasal yang mengatur tentang tembakau tak berhasil masuk karena ada permainan dari industri rokok. Yang bisa masuk menyangkut psikotropika.
"Sekarang Alhamdulillah bisa masuk. Ini seperti take and give. RUU Perlindungan Dampak Tembakau jadi dijegal, tak diapa-apakan di Badan Legislasi (Baleg) DPR," kata dia.
Sedangkan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Kartono Mohamad yang mendapatkan draf UU Kesehatan saat disahkan terkejut ayat 2 Pasal 113 itu hilang dari soft copy UU Kesehatan versi Setneg yang dikirimkan ke emailnya.
"Saya marah-marah. Saya langsung berkomunikasi dengan Irjen Depkes Faiq Bahfen apakah itu sengaja dihilangkan? Dia bilang tidak hilang, lalu saya ngecek di Kabag Biro Hukum Depkes Pak Budi, dia juga bilang itu tidak hilang. Ternyata Depkes tidak tahu ayat itu hilang," kata Kartono.
Sebelumnya Kartono juga sempat menyayangkan karena pasal yang mengatur tentang iklan rokok disepakati pemerintah dan DPR untuk dihilangkan. Untuk ayat 2 Pasal 113 ini, Kartono menduga ada ketidaksinkronan.
"Jadi hilangnya atas pengetahuan Setneg, Sekretariat DPR atau bahkan atasannya Pak Faiq (Menkes)?" ujar Kartono.
(nwk/nrl)