Jumat, 13/11/2009 13:36 WIB
Kisruh KPK - Polri
Wall Street Journal : Sikap Diam SBY Berbahaya
Rita Uli Hutapea - detikNews
Jakarta - Media asing terus menyoroti kisruh KPK melawan Polri. Harian berpengaruh The Wall Street Journal (WSJ) bahkan mempertanyakan sikap Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus itu.
"Indonesia Antigraft Showdown: Will the president support the anticorruption commission?" demikian judul tulisan WSJ dalam jurnal opininya, Jumat (13/11/2009).
Menurut WSJ, rakyat biasa Indonesia mendukung kuat KPK terkait kasus Bibit-Chandra. Aksi-aksi demo marak berlangsung di Jakarta. Media lokal ramai mengangkat kasus tersebut dan TV Indonesia kerap menayangkan sidang-sidang terkait kasus KPK tersebut.
WSJ dalam jurnal opininya itu juga menyoroti sikap SBY. Dituliskan bahwa SBY memenangi pemilu pertama kali dengan penekanan pada platform antikorupsi. Dia mendapat pujian dengan membiarkan KPK memenjarakan besannya sendiri atas kasus korupsi pada awal tahun ini.
Menurut WSJ, tindakan itu membantu dia meraih kemenangan besar untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden Juli lalu. Maka tidak bersemangatnya dukungan presiden dalam kasus ini adalah membingungkan.
Dituliskan WSJ, SBY menunggu 2 hari sebelum pejabat polisi dan wakil jaksa agung mengundurkan diri dan dia tidak menegur mereka. Dia berpidato pada Kamis pekan lalu yang berjanji akan memberantas "mafia hukum" namun dia tidak menyebutkan bagaimana dia akan melakukan hal itu.
Menurut WSJ, sikap diam SBY berbahaya. Apalagi mengingat beberapa kubu politik telah berupaya melemahkan pengaruh KPK. Awal tahun ini, sebuah RUU dimasukkan ke parlemen yang akan menghapuskan wewenang penyadapan oleh KPK.
Di akhir tulisannya, WSJ menyebut keberhasilan KPK menjerat beberapa figur termasuk mantan deputi gubernur BI, anggota-anggota DPR, pengacara dan mantan-mantan menteri. "Namun KPK membutuhkan dukungan publik dan presiden untuk menjamin keberlangsungannya," tutup WSJ dalam tulisannya. (ita/nrl)
Kisruh KPK - Polri
Wall Street Journal : Sikap Diam SBY Berbahaya
Rita Uli Hutapea - detikNews
Jakarta - Media asing terus menyoroti kisruh KPK melawan Polri. Harian berpengaruh The Wall Street Journal (WSJ) bahkan mempertanyakan sikap Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus itu.
"Indonesia Antigraft Showdown: Will the president support the anticorruption commission?" demikian judul tulisan WSJ dalam jurnal opininya, Jumat (13/11/2009).
Menurut WSJ, rakyat biasa Indonesia mendukung kuat KPK terkait kasus Bibit-Chandra. Aksi-aksi demo marak berlangsung di Jakarta. Media lokal ramai mengangkat kasus tersebut dan TV Indonesia kerap menayangkan sidang-sidang terkait kasus KPK tersebut.
WSJ dalam jurnal opininya itu juga menyoroti sikap SBY. Dituliskan bahwa SBY memenangi pemilu pertama kali dengan penekanan pada platform antikorupsi. Dia mendapat pujian dengan membiarkan KPK memenjarakan besannya sendiri atas kasus korupsi pada awal tahun ini.
Menurut WSJ, tindakan itu membantu dia meraih kemenangan besar untuk kedua kalinya dalam pemilihan presiden Juli lalu. Maka tidak bersemangatnya dukungan presiden dalam kasus ini adalah membingungkan.
Dituliskan WSJ, SBY menunggu 2 hari sebelum pejabat polisi dan wakil jaksa agung mengundurkan diri dan dia tidak menegur mereka. Dia berpidato pada Kamis pekan lalu yang berjanji akan memberantas "mafia hukum" namun dia tidak menyebutkan bagaimana dia akan melakukan hal itu.
Menurut WSJ, sikap diam SBY berbahaya. Apalagi mengingat beberapa kubu politik telah berupaya melemahkan pengaruh KPK. Awal tahun ini, sebuah RUU dimasukkan ke parlemen yang akan menghapuskan wewenang penyadapan oleh KPK.
Di akhir tulisannya, WSJ menyebut keberhasilan KPK menjerat beberapa figur termasuk mantan deputi gubernur BI, anggota-anggota DPR, pengacara dan mantan-mantan menteri. "Namun KPK membutuhkan dukungan publik dan presiden untuk menjamin keberlangsungannya," tutup WSJ dalam tulisannya. (ita/nrl)