Rabu, 09/12/2009 18:53 WIB
13 Jurus Melumpuhkan KPK
Mega Putra Ratya - detikNews
Jakarta - Pemberantasan korupsi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diprediksi bisa lebih memburuk di tahun-tahun mendatang. Pasalnya, di era SBY inilah terdapat upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan secara sistematis.
"Terdapat 13 jurus untuk melumpuhkan KPK," kata Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko saat acara refleksi hari antikorupsi sedunia, di kantor Tranparency International Indonesia (TII) Jl Senayan Bawah, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (9/12/2009).
Danang merinci ketigabelas jurus melumpuhkan KPK yang pernah terjadi dan terus terjadi hingga kini. Jurus-jurus itu adalah pertama, Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Setidaknya MK telah menerima delapan kali UU KPK untuk diuji, salah satu
putusannya terkait dengan pengadilan tindak pidana korupsi," kata dia.
Kedua, pengkerdilan kewenangan penyadapan. Percobaan pelemahan KPK melalui jurus ini dilakukan berulang kali. "Kasus terakhir adalah Rancangan PP Penyadapan yang diinisiasi Depkominfo," imbuhnya.
Ketiga, menghilangkan atau mengaburkan kewenangan penuntutan KPK. Jurus ini sempat disusupkan dalam RUU Pengadilan Tipikor yang menyatakan penuntutan akan dikembalikan pada koordinasi Jaksa Agung. Keempat, serangan legislasi.
"Jurus ini dilakukan pada kasus RUU KPK (revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang
KPK, RUU Tindak Pidana Korupsi (revisi UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001) serta Perppu No. 4 tahun 2009 yang menjadi dasar hukum kewenangan Presiden menunjuk langsung pimpinan KPK sementara," paparnya.
Kelima, ide pembubaran KPK. Ancaman ini pernah dilakukan kalangan DPR periode 2004-2009 dari Partai Demokrat pasca KPK melakukan penggeledahan Gedung DPR. Keenam, penarikan personal penyidik dan auditor.
"Pada November 2008, Mabes Polri menarik tiga perwira polisi yang diperbantukan di KPK. Pada Mei 2009, BPKP berupaya menarik 25 auditor yang sangat membantu pembongkaran korupsi di KPK. Atas tekanan publik, rencana itu urung dilakukan," jelasnya.
Ketujuh, membekukan fungsi penyidikan dan penuntutan KPK. Sebagian besar anggota Komisi III DPR periode 2004-2009 sempat meminta KPK cuti, karena jumlah pimpinan tidak cukup lima orang, sehingga mereka mengatakan penyidikan dan penuntutan tidak sah atau ilegal.
Kedelapan, rencana audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap KPK. BPKP mengatasnamakan perintah SBY untuk mengaudit KPK.
"Presiden lalu membantah, namun publik tidak pernah tahu tentang ketegasan
sanksi terhadap Kepala BPKP," ungkapnya.
Kesembilan, kriminalisasi dan rekayasa hukum terhadap dua pimpinan KPK. Dari
pemeriksaan Tim 8 jelas terlihat tidak cukup bukti, bahkan proses hukum terkesan dipaksakan untuk menjerat Bibit-Chandra.
"Anggodo sebagai aktor utama dalam dugaan rekayasan yang bahkan mencatut nama Presiden SBY tidak disentuh," ujar Danang.
Kesepuluh, ancaman terhadap investigasi kasus Century. Sempat beredar pesan pendek (sms) tentang ancaman yang diduga berasal dari salah satu petinggi kepolisian terhadap dua penyidik KPK yang berada di Surabaya.
Kesebelas, penolakan pengajuan anggaran KPK.
"Pada November 2008, permohonan dana untuk pemberantasan korupsi dan
pembangunan gedung KPK di rekening 069 RAPBN 2009 ditolak DPR. Saat itu, KPK sedang gencar membongkar praktek suap anggota DPR," jelasnya.
Keduabelas, ancaman bom. Gedung KPK beberapa kali diancam bom, yakni pada Februari 2008 dan Juli 2009.
Ketigabelas, proses seleksi pimpinan KPK. Track record tidak menjadi pertimbangan serius bagi panitia seleksi yang dibentuk Presiden SBY untuk memilih calon pimpinan KPK.
"Komisi III DPR pun tetap memilih Antasari Azhar yang ditolak masyarakat luas karena rekam jejaknya sebagai jaksa bermasalah di beberapa daerah," ujar Danang.
Upaya-upaya pelemahan itu membuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi suram. "Presiden SBY belum berhasil memimpin pemberantasan korupsi," lanjut Danang.
(mpr/nwk)
13 Jurus Melumpuhkan KPK
Mega Putra Ratya - detikNews
"Terdapat 13 jurus untuk melumpuhkan KPK," kata Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko saat acara refleksi hari antikorupsi sedunia, di kantor Tranparency International Indonesia (TII) Jl Senayan Bawah, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (9/12/2009).
Danang merinci ketigabelas jurus melumpuhkan KPK yang pernah terjadi dan terus terjadi hingga kini. Jurus-jurus itu adalah pertama, Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Setidaknya MK telah menerima delapan kali UU KPK untuk diuji, salah satu
putusannya terkait dengan pengadilan tindak pidana korupsi," kata dia.
Kedua, pengkerdilan kewenangan penyadapan. Percobaan pelemahan KPK melalui jurus ini dilakukan berulang kali. "Kasus terakhir adalah Rancangan PP Penyadapan yang diinisiasi Depkominfo," imbuhnya.
Ketiga, menghilangkan atau mengaburkan kewenangan penuntutan KPK. Jurus ini sempat disusupkan dalam RUU Pengadilan Tipikor yang menyatakan penuntutan akan dikembalikan pada koordinasi Jaksa Agung. Keempat, serangan legislasi.
"Jurus ini dilakukan pada kasus RUU KPK (revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang
KPK, RUU Tindak Pidana Korupsi (revisi UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001) serta Perppu No. 4 tahun 2009 yang menjadi dasar hukum kewenangan Presiden menunjuk langsung pimpinan KPK sementara," paparnya.
Kelima, ide pembubaran KPK. Ancaman ini pernah dilakukan kalangan DPR periode 2004-2009 dari Partai Demokrat pasca KPK melakukan penggeledahan Gedung DPR. Keenam, penarikan personal penyidik dan auditor.
"Pada November 2008, Mabes Polri menarik tiga perwira polisi yang diperbantukan di KPK. Pada Mei 2009, BPKP berupaya menarik 25 auditor yang sangat membantu pembongkaran korupsi di KPK. Atas tekanan publik, rencana itu urung dilakukan," jelasnya.
Ketujuh, membekukan fungsi penyidikan dan penuntutan KPK. Sebagian besar anggota Komisi III DPR periode 2004-2009 sempat meminta KPK cuti, karena jumlah pimpinan tidak cukup lima orang, sehingga mereka mengatakan penyidikan dan penuntutan tidak sah atau ilegal.
Kedelapan, rencana audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap KPK. BPKP mengatasnamakan perintah SBY untuk mengaudit KPK.
"Presiden lalu membantah, namun publik tidak pernah tahu tentang ketegasan
sanksi terhadap Kepala BPKP," ungkapnya.
Kesembilan, kriminalisasi dan rekayasa hukum terhadap dua pimpinan KPK. Dari
pemeriksaan Tim 8 jelas terlihat tidak cukup bukti, bahkan proses hukum terkesan dipaksakan untuk menjerat Bibit-Chandra.
"Anggodo sebagai aktor utama dalam dugaan rekayasan yang bahkan mencatut nama Presiden SBY tidak disentuh," ujar Danang.
Kesepuluh, ancaman terhadap investigasi kasus Century. Sempat beredar pesan pendek (sms) tentang ancaman yang diduga berasal dari salah satu petinggi kepolisian terhadap dua penyidik KPK yang berada di Surabaya.
Kesebelas, penolakan pengajuan anggaran KPK.
"Pada November 2008, permohonan dana untuk pemberantasan korupsi dan
pembangunan gedung KPK di rekening 069 RAPBN 2009 ditolak DPR. Saat itu, KPK sedang gencar membongkar praktek suap anggota DPR," jelasnya.
Keduabelas, ancaman bom. Gedung KPK beberapa kali diancam bom, yakni pada Februari 2008 dan Juli 2009.
Ketigabelas, proses seleksi pimpinan KPK. Track record tidak menjadi pertimbangan serius bagi panitia seleksi yang dibentuk Presiden SBY untuk memilih calon pimpinan KPK.
"Komisi III DPR pun tetap memilih Antasari Azhar yang ditolak masyarakat luas karena rekam jejaknya sebagai jaksa bermasalah di beberapa daerah," ujar Danang.
Upaya-upaya pelemahan itu membuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi suram. "Presiden SBY belum berhasil memimpin pemberantasan korupsi," lanjut Danang.
(mpr/nwk)