Pajak Nasi Bungkus
Pedagang: Kami Sudah Terlalu Banyak Membayar Pajak
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Pekanbaru - Pengusaha restoran dan rumah makan mengeluhkan pajak nasi bungkus yang diterapkan Pemkot Pekanbaru. Mereka menilai, terlalu banyak pajak yang mesti dibayarkan ke pemerintah.
Seorang pengusaha rumah makan, Hendra di kawasan Jl Sudirman, kepada detikcom, Senin (11/01/2010) menyebut, bahwa mengurus izin untuk rumah makan saja selama ini cukup sulit dan berbelit-belit. Begitu susahnya mereka mendapatkan izin. Kini mereka harus berhadapan dengan yang namanya pajak nasi bungkus.
Hendra mengatakan, untuk mendirikan rumah makan saja minimal ada 11 jenis pajak yang harus dibayar. Di antaranya pajak reklame, amdal, sampah, parkir, air bawah tanah, SIUP, SITU, dan PBB. Ini belum lagi pajak kepada Dinas Parawisata, Dinas Kebakaran, dan Dinas Kesehatan.
"Untuk mendapatkan izin pendirian rumah makan itu, menunggukan waktu yang cukup lama. Belum lagi memberikan uang pelicin agar semua urusan segera selesai. Sekarang kami harus menanggung pajak nasi bungkus 10 persen dari harga penjualan," keluh Hendra.
Menurut Hendra, para pengusaha restoran dan rumah makan sangat keberatan dengan penerapan pajak yang dihitung berdasarkan omset penjualan. Sebab, selama ini mereka sendiri sudah membayar berbagai jenis pajak kepada Pemkot Pekanbaru.
"Di luar pajak nasi bungkus itu, kami sudah membayar berbagai jenis pajak yang dihitung sekali setahun. Pajak yang kami bayarkan itu, Pemkot tidak mau tahu, apakah dagangan kami laris apa tidak. Yang penting sesuai aturan setiap tahun kami harus membayar pajak," kata Hendra.
(cha/djo)
Pedagang: Kami Sudah Terlalu Banyak Membayar Pajak
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Pekanbaru - Pengusaha restoran dan rumah makan mengeluhkan pajak nasi bungkus yang diterapkan Pemkot Pekanbaru. Mereka menilai, terlalu banyak pajak yang mesti dibayarkan ke pemerintah.
Seorang pengusaha rumah makan, Hendra di kawasan Jl Sudirman, kepada detikcom, Senin (11/01/2010) menyebut, bahwa mengurus izin untuk rumah makan saja selama ini cukup sulit dan berbelit-belit. Begitu susahnya mereka mendapatkan izin. Kini mereka harus berhadapan dengan yang namanya pajak nasi bungkus.
Hendra mengatakan, untuk mendirikan rumah makan saja minimal ada 11 jenis pajak yang harus dibayar. Di antaranya pajak reklame, amdal, sampah, parkir, air bawah tanah, SIUP, SITU, dan PBB. Ini belum lagi pajak kepada Dinas Parawisata, Dinas Kebakaran, dan Dinas Kesehatan.
"Untuk mendapatkan izin pendirian rumah makan itu, menunggukan waktu yang cukup lama. Belum lagi memberikan uang pelicin agar semua urusan segera selesai. Sekarang kami harus menanggung pajak nasi bungkus 10 persen dari harga penjualan," keluh Hendra.
Menurut Hendra, para pengusaha restoran dan rumah makan sangat keberatan dengan penerapan pajak yang dihitung berdasarkan omset penjualan. Sebab, selama ini mereka sendiri sudah membayar berbagai jenis pajak kepada Pemkot Pekanbaru.
"Di luar pajak nasi bungkus itu, kami sudah membayar berbagai jenis pajak yang dihitung sekali setahun. Pajak yang kami bayarkan itu, Pemkot tidak mau tahu, apakah dagangan kami laris apa tidak. Yang penting sesuai aturan setiap tahun kami harus membayar pajak," kata Hendra.
(cha/djo)