Malaysia Tetapkan Tiga Petugas DKP Tersangka |
Berita Utama |
Senin, 16 Agustus 2010 09:00 |
Tiga petugas DKP Batam ditetapkan sebagai tersangka penculikan tujuh nelayan Malaysia. Indonesia sedang berupaya membebaskan mereka.
Penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Batam Asriadi,40, Erwan,37, dan Seivo Grevo Wewengkang, 26, yang sedang berpatroli di perbatasan laut oleh Marine Police Malaysia (MPM) berbuntut panjang. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana melakukan protes keras kepada pemerintah Negeri Jiran. Oleh Malaysia, ketiga petugas DKP Batam ini langsung ditetapkan sebagai tersangka penculikan tujuh nelayan Malaysia. Seperti dilansir TV 3 Malaysia, tadi malam, ketiga petugas DKP Batam dikenakan siasat (pasal) 363 undang-undang negeri Jiran. Malaysia menuding, kepolisian Indonesia terburu-buru menangkap 7 nelayan Malaysia yang menurut mereka tak bersalah. Dirpol Air Polda Kepri AKBP M Yassin Kosasih yang kembali ditanya tadi malam mengenai hal ini mengaku belum mendapat informasi dari petugas KKP yang telah berada di Johor, Malaysia. "Belum tahu kapan dibebaskan, ini sudah masalah G to G (government to government) atau antar pemerintahan. Kami dapat info, sampai sekarang ketiga petugas DKP Batam tersebut masih ditahan di kawasan Pengerang Johor Malaysia," ujar Yassin Kosasih kepada Batam Pos di Sekupang, Minggu (15/8). "Iya, akhirnya mereka mengakui perbuatannya mencuri ikan di perairan Indonesia," tegas Yassin, tadi malam. Kendati demikian, kata Yassin, belum satupun nelayan Malaysia ini ditetapkan sebagai tersangka. Alasannya, barang bukti berupa kapal berbendera Malaysia yang mereka tumpangi dirampas oleh Polisi Diraja Malaysia. Diplomasi Penangkapan tiga petugas DKP Batam itu dinilai pemerintah Indonesia tidak relevan. Karena, para petugas itu ditodong senjata dan disandera polisi Malasia pasca bertugas mengamankan tujuh nelayan dan lima kapal nelayan Malaysia yang menerobos batas laut Indonesia. Tadi malam, pihak Kemenlu telah mengupayakan pembebasan tiga petugas yang bertugas di DKP Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tersebut. Bahkan, Menlu Marty Natalegawa telah berkomunikasi dengan KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Johor Baru untuk menangani kasus tersebut. "Untuk saat ini kami mengupayakan akses ke konsuleran bagi tiga petugas itu dalam waktu dekat," ujar Juru Bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah di Jakarta kemarin (15/8). Tiga petugas itu ditangkap polisi Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Bintan, sekitar pukul 21.00 waktu setempat, Jumat (13/8) kemarin. Penangkapan itu terjadi tidak lama setelah petugas DKP menahan tujuh nelayan Malaysia yang melakukan aktivitas mencurigakan di kawasan perbatasan laut. Mereka sempat diberikan tembakan peringatan dan ditodong oleh MPM. Karena petugas DKP tidak dibekali persenjataan maka terpaksa mereka menyerah dan disandera. Soal nota protes ke pemerintah Malaysia, Faizasyah menegaskan bahwa Kementrian Luar Negeri tidak mau terburu-buru. Alasannya, Kemenlu perlu menunggu data konkrit di lapangan. Salah satu informasi yang penting untuk didapatkan adalah tentang koordinat lokasi penangkapan. Sebab, kata Faizasyah, sampai sejauh ini belum ada kejelasan soal batas wilayah perairan antara Indonesia dengan Malaysia di sekitar Batam dan Bintan. Karenanya, lanjutnya, Kemenlu ingin mengetahui secara persis apakah lokasi kejadian itu masuk wilayah Indonesia atau Malaysia. "Kita perlu memastikan koordinat lokasi kejadian," imbuhnya. Dihubungi terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Fadel Muhammad mengecam keras penangkapan petugasnya Malaysia itu. Padahal, menurut Fadel, berdasarkan laporan dari lapangan bahwa apa yang dilakukan oleh petugas DKP sudah benar. Mereka malam itu sedang bertugas dan berhasil menangkap nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Indonesia. "Mereka kurang ajar dan memasuki teritori kita, sebagai petugas kita wajib keras terhadap hal itu," kata Fadel. Mantan Gubernur Gorontalo itu mengatakan, saat ini KKP sedang mengirim tim untuk menuntaskan kasus ini. Sebab, jika dibiarkan akan menjadi preseden buruk di masa mendatang. Fadel menerima laporan bahwa ketiga petugas itu kini diamankan di Johor Bahru. "Saya sudah langsung kirim orang ke Johor dan minta diselesaikan," terang dia. Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Aji Sularso membenarkan terjadi penembakan dalam proses penangkapan petugas itu. Namun, penembakan itu tidak ditujukan kepada petugas dan hanya tembakan peringatan. "Tidak ada penembakan terhadap petugas kita. Tapi hanya tembakan peringatan saja kepada petugas yang sedang berpatroli," katanya. Aji menegaskan, prioritas utama saat ini yang dilakukan Kementrian yang dipimpin Fadel Muhammad itu adalah membebaskan Asriadi, Erwan, serta Selvogrevo Wewengkang."Sejak insiden itu kita sudah menerima laporannya. Saya sudah dua hari ngurusin ini sampe kecapekan. Dua direktur sudah saya tugaskan menyelesaikan masalah ini. Kita prioritaskan tiga pegawai kita itu dilepas dulu," tandasnya. Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah akan menempuh jalan diplomasi untuk menyelesaikan masalah di penangkapan tiga pegawai DKP oleh kapal patroli polisi Malaysia. "Ini sedang diselesaikan antarkedua negara. Menlu sudah bekerja, kementerian DKP juga sedang bekerja untuk menyelesaikan masalah itu," kata Djoko di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Djoko mengatakan, presiden telah mengetahui peristiwa tersebut, dan berharap diselesaikan dengan cara baik-baik. "Nanti kita ikuti prosesnya," kata Djoko. Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, TNI AL juga tengah membantu menyelesaikan. "Kita telah mengambil langkah-langkah penyelesaiannya," kata Panglima, tanpa menjelaskan langkah-langkah yang akan ditempuh. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq ikut memberi respon keras atas tindakan patroli Malaysia yang menembaki kapal patroli DKP di wilayah perairan Indonesia. "Ini bukan lagi wujud provokasi, tapi sudah konfrontasi," kata Mahfudz. Menurut dia, pemerintah Indonesia harus segera bertindak mengumpulkan fakta dan bukti. Dari sana, Mahfudz meminta Kemenlu mengajukan protes resmi. "Pemerintah Malaysia harus meminta maaf kepada pemerintah Indonesia," ujar politisi PKS itu. Mahfudz menegaskan, peristiwa tersebut kembali menunjukkan keangkuhan Malaysia terhadap Indonesia. Pemerintah Malaysia, imbuh Mahfudz, harus diingatkan agar tidak terus memupuk sikap ketidaksukaan dan permusuhan. "Saya khawatir pada saatnya ini bisa menjadi bom waktu bagi hubungan kedua bangsa dan negara serumpun ini," tandas Mahfudz. Sementara itu, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Syed Munshe Afzaruddin Syed Hassan mengatakan, pihaknya sudah dihubungi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad, untuk mencari penyelesaian terbaik. "Saya sudah memberitahukan hal ini ke Kuala Lumpur untuk segera mencari penyelesaian terbaik demi menjaga hubungan baik Malaysia-Indonesia," ujarnya, seperti dikutip Bernama-Malaysia. Pemprov Siap Jadi Fasilitator Kabid Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, Ediwan mengatakan Pemprov Kepri siap menjadi fasilitator tim DKP pusat bernegosiasi dengan Malaysia untuk membebaskan tiga petugas DKP Batam. "Penanganannya telah diambil alih DKP pusat. Sebagai tuan rumah, Provinsi Kepri akan menyiapkan bahan-bahan yang diminta sebagai penguat upaya pembebasan. bahan itu antara lain barang bukti, pemberkasan dan sebagainya,''kata Ediwan, tadi malam (15/8). Rencananya, hari ini, Senin (16/8), tim akan bertolak ke Malaysia. Pejabat Pemprov yang akan ikut dalam rombongan adalah Kasi Pengawasan DKP Kepri, Khairuddin. "Rencana, saya juga akan berangkat tapi karena paspor mati, maka Pak Khairuddin yang diutus. Kita berharap, tak ada masalah,''katanya. Sebagai fasilitator, Pemprov Kepri hanya menunggu instruksi tim DKP pusat yang beranggotakan aparat TNI AL, DKP, dan sebagainya. Keberangkatan tim ini ke Malaysia khusus membebaskan tiga pegawai DKP yang disandera. Ediwan menuturkan, keputusan yang diambil pegawai DKP Batam telah benar. Karena, nelayan Malaysia yang melakukan aktifitas penangkapan ikan telah memasuki wilayah Indonesia. Namun, saat nelayan Malaysia ini digiring ke Batam, mereka dihadang pilisi Malaysia. "Kekeliruan inilah yang akan kita selesaikan. Kita harap tak ada masalah dalam proses penyelesaiannya,'' tuturnya. Kepala Dinas KP2K Kota Batam Suhartini mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan polisi Malaysia yang menahan tiga staf patroli DKP tersebut. Di tempat terpisah, ketujuh nelayan Malaysia yang ditangkap DKP diperiksa Ditpolair Polda Kepri. "Belum kita tetapkan sebagai tersangka dan tidak ditahan dalam sel, masih dalam pemeriksaan," ujar Yassin. Polda Bantu Tempat Pemeriksaan Kapolda Kepri, Brigjen Pol Pudji Hartanto mengatakan, penanganan kasus tujuh nelayan Malaysia yang ditangkap pihak DKP Batam dan Karimun, Jumat (13/8) petang di Tanjung Berakit, Bintan, kini masih dilakukan oleh DKP. Polda Kepri dalam hal ini Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) dalam kasus itu hanya membantu kelancaran pemeriksaan dan tempat bagi DKP. "Kasus ini tanggung jawab DKP. Polda hanya membantu, soalnya mereka belum punya kantor di Kepri," kata Kapolda kepada wartawan, Minggu (15/8). Ditanya mengenai kondisi tiga aparat DKP yang masih ditahan polisi Malaysia. "Kondisi mereka saat ini baik. Kita sudah koordinasi dengan pemerintah pusat, mengenai masalah itu," ujar Kapolda. Kita Terinjak-Injak Ketua Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Kepri, Andi Zulkarnaen menyatakan protes keras terhadap tindakan polisi Malaysia yang menangkap tiga petugas DKP Batam di perairan Indonesia. "Dengan beraninya mereka mengklaim Tanjung Berakit sebagai wilayah Malaysia sebelum melihat titik koordinat perbatasan perairan terlebih dahulu. Harga diri kita sebagai warga bangsa Indonesia terinjak-injak kalau seperti ini. Malaysia tidak tahu aturan," ujar Andi didampingi Humas LKPI Kota Batam Edy Julianto kepada Batam Pos di Markas Ditpolair Polda Kepri di Sekupang, Minggu (15/8).Menurutnya kejadian ini merupakan pelecehan besar. "Boleh kerja sama diplomatik kalau menguntungkan masing-masing pihak, ini Indonesia terus yang dirugikan, mulai dari kedaulatan, kemanusiaan sampai pencurian ikan. Setiap tahun Kepri rugi 30 triliun akibat pencurian ini," ujar Andi. (cha/cr3/zek/nur/mat/ara) |
--