http://www.detiknews.com/read/2011/01/21/010749/1551342/10/bantuan-yayasan-airputih-di-mentawai-terhambat-izin-kemenkominfo
Jumat, 21/01/2011 01:07 WIB
Bantuan Yayasan Airputih di Mentawai Terhambat Izin Kemenkominfo
Rachmadin Ismail - detikNews
Mentawai (Reuters)
Jakarta - Yayasan Airputih, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang IT akan menyalurkan sejumlah bantuan alat komunikasi bagi korban bencana tsunami di Mentawai, Sumatera Barat. Namun, syarat perizinan dari Kemenkominfo menghambat proses ini.
Ketua Pelaksana Harian Airputih Imron Fauzi menerangkan, ada bantuan dari lembaga asal Prancis yang akan disalurkan ke Mentawai. Karena memiliki visi yang sama, Airputih dipercaya untuk sebagai mitra sekaligus penerima bantuan.
Ada pun bantuan yang diberikan berupa 24 unit telepon satelit dan alat pemancar yang ditujukan bagi perbaikan komunikasi di kawasan Mentawai. Peralatan tersebut saat ini sudah berada di kantor pusat Airputih di Jakarta.
Nah, saat bertemu para pejabat dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Kemenkominfo dalam diskusi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bantuan ini rupanya tak bisa serta merta disalurkan. Harus ada izin atau sertifikasi dari lembaga yang dipimpin oleh Tifatul Sembiring tersebut.
"Dalam diskusi itu disebutkan dua hal, semua peralatan atau donasi ini harus disertifikasi oleh postel. Kemudian, penerima dari bantuan peralatan ini diharuskan mengurus perizinan. Sama seperti provider seluler komersil," jelas Imron kepada detikcom, Kamis (20/1/2011).
Yayasan Airputih keberatan dengan aturan tersebut. Sebagai lembaga non-profit, yayasan yang pernah memberikan bantuan serupa bagi korban tsunami di Aceh ini merasa seharusnya tak perlu melakukan perizinan.
"Itu aturan untuk perusahaan komersil. Sementara Airputih lembaga sosial yang memberikan dukungan IT untuk kemanusiaan. Ini yang tadi menjadi diskusi panjang," sambungnya.
Menurut Imron, jika aturan tersebut diterapkan, maka bantuan yang sudah dihibahkan terpaksa dikembalikan ke negara donor. Padahal, alat komunikasi adalah kebutuhan mendasar di Mentawai, terutama dalam hal penyaluran bantuan.
"Kalau kita gunakan skenario mereka. Bantuan itu bisa digunakan berapa lama, tapi dikembalikan ke tim. Bagaimana misalnya ada kebutuhan urgent dan peralatan ini mendesak untuk dipakai. Akan ribet lagi, padahal kebutuhan komunikasi di lapangan harus terus berjalan," urainya.
Imron juga menjelaskan kondisi terakhir peralatan komunikasi di Mentawai. Menurut dia, hanya ada satu Base transceiver station (BTS) di ibukota kecamatan. Lalu, untuk kebutuhan koneksi internet, nyaris tidak ada.
"Internet hanya lewat bantuan teman-teman Airputih di sana, dan masih berlangsung," ceritanya.
Pengalaman ini, kata Imron, berbeda saat terjadi tsunami di Aceh. Tidak ada aturan yang melarang atau mengharuskan bantuan komunikasi disertifikasi oleh Kemenkominfo.
"Di Aceh lancar-lancar saja. Mungkin ini aturan baru, atau aturan lama. Kita sudah terlanjur memberikan pelatihan di sana. Masa setelah ini ditarik lagi, padahal kesepakatan awalnya dihibahkan," tutupnya.
(mad/adi)
Bantuan Yayasan Airputih di Mentawai Terhambat Izin Kemenkominfo
Rachmadin Ismail - detikNews
Mentawai (Reuters)
Ketua Pelaksana Harian Airputih Imron Fauzi menerangkan, ada bantuan dari lembaga asal Prancis yang akan disalurkan ke Mentawai. Karena memiliki visi yang sama, Airputih dipercaya untuk sebagai mitra sekaligus penerima bantuan.
Ada pun bantuan yang diberikan berupa 24 unit telepon satelit dan alat pemancar yang ditujukan bagi perbaikan komunikasi di kawasan Mentawai. Peralatan tersebut saat ini sudah berada di kantor pusat Airputih di Jakarta.
Nah, saat bertemu para pejabat dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Kemenkominfo dalam diskusi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bantuan ini rupanya tak bisa serta merta disalurkan. Harus ada izin atau sertifikasi dari lembaga yang dipimpin oleh Tifatul Sembiring tersebut.
"Dalam diskusi itu disebutkan dua hal, semua peralatan atau donasi ini harus disertifikasi oleh postel. Kemudian, penerima dari bantuan peralatan ini diharuskan mengurus perizinan. Sama seperti provider seluler komersil," jelas Imron kepada detikcom, Kamis (20/1/2011).
Yayasan Airputih keberatan dengan aturan tersebut. Sebagai lembaga non-profit, yayasan yang pernah memberikan bantuan serupa bagi korban tsunami di Aceh ini merasa seharusnya tak perlu melakukan perizinan.
"Itu aturan untuk perusahaan komersil. Sementara Airputih lembaga sosial yang memberikan dukungan IT untuk kemanusiaan. Ini yang tadi menjadi diskusi panjang," sambungnya.
Menurut Imron, jika aturan tersebut diterapkan, maka bantuan yang sudah dihibahkan terpaksa dikembalikan ke negara donor. Padahal, alat komunikasi adalah kebutuhan mendasar di Mentawai, terutama dalam hal penyaluran bantuan.
"Kalau kita gunakan skenario mereka. Bantuan itu bisa digunakan berapa lama, tapi dikembalikan ke tim. Bagaimana misalnya ada kebutuhan urgent dan peralatan ini mendesak untuk dipakai. Akan ribet lagi, padahal kebutuhan komunikasi di lapangan harus terus berjalan," urainya.
Imron juga menjelaskan kondisi terakhir peralatan komunikasi di Mentawai. Menurut dia, hanya ada satu Base transceiver station (BTS) di ibukota kecamatan. Lalu, untuk kebutuhan koneksi internet, nyaris tidak ada.
"Internet hanya lewat bantuan teman-teman Airputih di sana, dan masih berlangsung," ceritanya.
Pengalaman ini, kata Imron, berbeda saat terjadi tsunami di Aceh. Tidak ada aturan yang melarang atau mengharuskan bantuan komunikasi disertifikasi oleh Kemenkominfo.
"Di Aceh lancar-lancar saja. Mungkin ini aturan baru, atau aturan lama. Kita sudah terlanjur memberikan pelatihan di sana. Masa setelah ini ditarik lagi, padahal kesepakatan awalnya dihibahkan," tutupnya.
(mad/adi)