http://www.voaindonesia.com/content/plastik-dapat-gantikan-bbm-di-as/1536410.html
Plastik Dapat Gantikan BBM di AS
Sebuah perusahaan di AS mengubah plastik menjadi bahan bakar, berpotensi mengurangi limbah plastik dan ketergantungan terhadap minyak impor.
CEO perusahaan JBI, Inc., John Bordynuik, memegang setoples bahan bakar yang diproduksi dari limbah plastik. (VOA/D. Robison)
31.10.2012
Plastik bisa menjadi bahan bakar di masa depan. Namun sayangnya, hanya 7 persen dari limbah plastik di Amerika Serikat didaur ulang setiap tahun, menurut Lembaga Perlindungan Lingkungan.
Sebuah perusahaan di Niagara Falls, New York, saat ini sedang berupaya meningkatkan persentase itu supaya dapat mengurangi ketergantungan Amerika terhadap minyak impor.
Mesin pembuat bahan bakar dari plastik itu disebut "monster pemakan plastik."
Setiap jam, ribuan kilogram potongan botol susu, botol air dan kantung belanja masuk ke dalam ruangan pembakaran besar. Limbah plastik tersebut berasal dari tempat pembuangan sampah di seluruh negeri.
John Bordyniuk, pemilik perusahaan JBI, Inc., menanamkan modalnya untuk proses baru pengubah plastik menjadi aneka bahan bakar tersebut.
Pertama-tama, sejumlah plastik yang berbeda-beda dan belum dicuci dilelehkan bersama.
"Kekentalannya seperti susu," ujar Bordyniuk. "Hampir seperti ketika susu yang dipanaskan di kompor. Kelihatan persis seperti itu, tapi warnanya hitam."
Bordyniuk menggunakan katalis yang dipatenkan untuk menguapkan cairan kental tersebut dan mengurai plastik menjadi unsur-unsur paling dasarnya.
"Plastik pada dasarnya adalah rantai-rantai hidrokarbon yang panjang," ujarnya.
"Apa yang kita lakukan di sini adalah dengan mengubah bentuknya menjadi kaitan dan rantai yang kita inginkan sehingga menghasilkan nilai bahan bakar yang tinggi."
Sistem tersebut menghasilkan daya sendiri, dengan 8 persen dari limbah plastik menggerakkan prosesnya.
Bordyniuk mempekerjakan orang luar untuk uji coba, dan mereka menyimpulkan bahwa hampir 86 persen dari apa yang masuk ke dalam mesin keluar sebagai bahan bakar.
Di ujung lain mesin pemakan plastik tersebut, cairan berwarna coklat muda keluar dan dialirkan ke dalam tong minyak.
"Anda bisa menggunakannya sekarang juga," ujar salah satu eksekutif JBI, Bob Molodynia.
"Itu adalah bahan bakar nomor enam, sama jenisnya dengan yang dipakai oleh banyak perusahaan besar di AS yang membayar mahal untuk bahan bakar tersebut."
JBI menciptakan beberapa tingkat bahan bakar untuk beragam industri dan menjualnya sampai dengan harga US$100 per barel melalui pengedar-pengedar nasional. Setiap barel membutuhkan biaya produksi $10 dan JBI memproduksi beberapa ribu liter minyak setiap hari.
Perusahaan tersebut telah menandatangani kerja sama untuk membuat tempat operasi tepat di sebelah tempat pembuangan sampah plastik besar.
Bordyniuk percaya plastik akan menjadi sumber signifikan untuk bahan bakar domestik yang akan mengurangi ketergantungan AS terhadap minyak impor, dan pada saat yang sama mengurangi jumlah limbah plastik di tempat-tempat pembuangan sampah.
Tapi seberapa "hijau" proses ini saat memproduksi bahan bakar yang juga menimbulkan polisi seperti yang lain?
"Barangkali pemisahan karbon menjadi botol plastik yang dibuang di tempat sampah lebih baik daripada mengubahnya menjadi bahan bakar cair dan melepaskan serta menggerakkan banyak senyawa karbon," ujar Allen Hershkowitz, ilmusan senior dari Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam.
Ia mengatakan teknologi yang mengubah plastik menjadi minyak masih baru dan berevolusi, dan belum ada cukup data untuk menentukan apakah proses itu aman untuk lingkungan atau tidak.
Dan masih harus ditentukan apakah perubahan dari plastik menjadi minyak dapat dianggap sebagai "daur ulang," ujar Carson Maxted dari Resource Recycling, jurnal perdagangan industri daur ulang plastik.
Sejumlah perusahaan yang mengubah plastik menjadi minyak telah muncul dalam dekade terakhir, masing-masing dengan metodenya sendiri. Maxted mengatakan JBI merupakan salah satu perusahaan papan atas industri baru tersebut, sebagian karena menggunakan semua jenis plastik – sesuatu yang hanya dilakukan sedikit perusahaan lain.
"Mereka mendapat nilai dari sesuatu yang biasanya akan dibuang, yaitu plastik-plastik yang tidak mudah didaur ulang, berkualitas rendah dan jenis plastik campuran, atau plastik yang kotor," ujar Maxted. "Plastik-plastik yang tidak diterima oleh pendaur ulang."
Dan karena jumlah limbah plastik dan permintaan akan minyak begitu tinggi, Maxted mengatakan teknologi daur ulang milik JBI memiliki potensi untuk mengubah kedua industri tersebut.
Sebuah perusahaan di Niagara Falls, New York, saat ini sedang berupaya meningkatkan persentase itu supaya dapat mengurangi ketergantungan Amerika terhadap minyak impor.
Mesin pembuat bahan bakar dari plastik itu disebut "monster pemakan plastik."
Setiap jam, ribuan kilogram potongan botol susu, botol air dan kantung belanja masuk ke dalam ruangan pembakaran besar. Limbah plastik tersebut berasal dari tempat pembuangan sampah di seluruh negeri.
John Bordyniuk, pemilik perusahaan JBI, Inc., menanamkan modalnya untuk proses baru pengubah plastik menjadi aneka bahan bakar tersebut.
Pertama-tama, sejumlah plastik yang berbeda-beda dan belum dicuci dilelehkan bersama.
"Kekentalannya seperti susu," ujar Bordyniuk. "Hampir seperti ketika susu yang dipanaskan di kompor. Kelihatan persis seperti itu, tapi warnanya hitam."
Bordyniuk menggunakan katalis yang dipatenkan untuk menguapkan cairan kental tersebut dan mengurai plastik menjadi unsur-unsur paling dasarnya.
"Plastik pada dasarnya adalah rantai-rantai hidrokarbon yang panjang," ujarnya.
"Apa yang kita lakukan di sini adalah dengan mengubah bentuknya menjadi kaitan dan rantai yang kita inginkan sehingga menghasilkan nilai bahan bakar yang tinggi."
Sistem tersebut menghasilkan daya sendiri, dengan 8 persen dari limbah plastik menggerakkan prosesnya.
Bordyniuk mempekerjakan orang luar untuk uji coba, dan mereka menyimpulkan bahwa hampir 86 persen dari apa yang masuk ke dalam mesin keluar sebagai bahan bakar.
Di ujung lain mesin pemakan plastik tersebut, cairan berwarna coklat muda keluar dan dialirkan ke dalam tong minyak.
"Anda bisa menggunakannya sekarang juga," ujar salah satu eksekutif JBI, Bob Molodynia.
"Itu adalah bahan bakar nomor enam, sama jenisnya dengan yang dipakai oleh banyak perusahaan besar di AS yang membayar mahal untuk bahan bakar tersebut."
JBI menciptakan beberapa tingkat bahan bakar untuk beragam industri dan menjualnya sampai dengan harga US$100 per barel melalui pengedar-pengedar nasional. Setiap barel membutuhkan biaya produksi $10 dan JBI memproduksi beberapa ribu liter minyak setiap hari.
Perusahaan tersebut telah menandatangani kerja sama untuk membuat tempat operasi tepat di sebelah tempat pembuangan sampah plastik besar.
Bordyniuk percaya plastik akan menjadi sumber signifikan untuk bahan bakar domestik yang akan mengurangi ketergantungan AS terhadap minyak impor, dan pada saat yang sama mengurangi jumlah limbah plastik di tempat-tempat pembuangan sampah.
Tapi seberapa "hijau" proses ini saat memproduksi bahan bakar yang juga menimbulkan polisi seperti yang lain?
"Barangkali pemisahan karbon menjadi botol plastik yang dibuang di tempat sampah lebih baik daripada mengubahnya menjadi bahan bakar cair dan melepaskan serta menggerakkan banyak senyawa karbon," ujar Allen Hershkowitz, ilmusan senior dari Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam.
Ia mengatakan teknologi yang mengubah plastik menjadi minyak masih baru dan berevolusi, dan belum ada cukup data untuk menentukan apakah proses itu aman untuk lingkungan atau tidak.
Dan masih harus ditentukan apakah perubahan dari plastik menjadi minyak dapat dianggap sebagai "daur ulang," ujar Carson Maxted dari Resource Recycling, jurnal perdagangan industri daur ulang plastik.
Sejumlah perusahaan yang mengubah plastik menjadi minyak telah muncul dalam dekade terakhir, masing-masing dengan metodenya sendiri. Maxted mengatakan JBI merupakan salah satu perusahaan papan atas industri baru tersebut, sebagian karena menggunakan semua jenis plastik – sesuatu yang hanya dilakukan sedikit perusahaan lain.
"Mereka mendapat nilai dari sesuatu yang biasanya akan dibuang, yaitu plastik-plastik yang tidak mudah didaur ulang, berkualitas rendah dan jenis plastik campuran, atau plastik yang kotor," ujar Maxted. "Plastik-plastik yang tidak diterima oleh pendaur ulang."
Dan karena jumlah limbah plastik dan permintaan akan minyak begitu tinggi, Maxted mengatakan teknologi daur ulang milik JBI memiliki potensi untuk mengubah kedua industri tersebut.