Minggu, 14 Juli 2002
Kolom ASAL USUL
Wakil Rakyat
Oleh Harry Roesli
hroesli@bdg.centrin.net.id
GAJI presiden lebih besar dari gaji wakil presiden. Gaji gubernur juga lebih banyak dari gaji wakil gubernur. Gaji camat pasti juga lebih dari wakil camat. Jadi gaji rakyat seharusnya lebih besar dari gaji wakil rakyat, ya toh!?
Saya ini sudah jadi rakyat, dan anggota DPR maupun DPRD itu baru jadi wakil rakyat. Untuk itu, kalau kemarin-kemarin ini beberapa koran lokal di Bandung dan Jawa Barat memberitakan bahwa anggota DPRD Jawa Barat diguyuri uang sebesar Rp 25 milyar dan dibagi-bagikan Rp 250 juta per-kepala, sudah seharusnya saya sebagai rakyat mendapat lebih besar dari itu. Sekali lagi mereka itu baru jadi wakil rakyat, sedangkan saya sudah jadi rakyat!
Ketika saya datangi kantor Gubernur Jawa Barat yang membagikan uang itu dari pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka saya mendapatkan jawaban, "Anda itu rakyat sedangkan mereka itu yang terhormat wakil rakyat, jadi Anda tidak berhak mendapatkan uang apa pun!"
"Lho? Justru itu, saya ini rakyat dan mereka itu baru wakil rakyat, kenapa wakil rakyat dapat, sedangkan saya yang rakyat tidak dapat?"
"Wah, tidak ada alokasi dananya, Pak!"
Saya berpikir, kalau begitu sial betul Ibu Mega. Mendingan jadi Pak Hamzah Haz! Mendingan jadi wakil!!
***
SEMENTARA itu, berita tentang patgulipat Rp 250 juta per kepala di DPRD Jawa Barat ini terkuak karena ada dua orang dari Partai Keadilan yang duduk di DPRD Jawa Barat merasa risi menerima uang tadi. Dan, akhirnya uang itu mereka bagikan ke rakyat. Maka terlansirlah berita tadi di koran-koran lokal. Biar bagaimanapun di zaman karatan seperti ini, moral kedua orang Partai Keadilan tadi harus diacungi jempol tangan dan kalau perlu ditambah dua jempol kaki. Sebenarnya tidak penting dari partai apa pun bagi saya, tetapi saya merasa kagum kepada kedua orang tadi. Tentu secara an sich pribadi!
Dan belum habis kekaguman saya, tiba-tiba Ibu Ade (saya lupa nama panjangnya) mengundurkan diri dari keanggotaan DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, karena merasa mengkhianati rakyat ketika Pansus Buloggate II diaborsi! Malamnya, saya dan teman-teman langsung membuat pengajian yang didedikasikan kepada mereka bertiga. Semoga mereka diberi kekuatan dan keselamatan dari Allah SWT, amien!
Entah bagi orang lain, tetapi bagi saya pribadi tindakan bermoral dari mereka bertiga tadi menunjukkan bahwa kebajikan belum mati! Kala seorang fungsionaris DPRD Jawa Barat dalam sebuah wawancara dengan sebuah majalah berita mingguan membuat pernyataan, "Ini kan hanya Rp 250 juta!!!" saya pun jadi bingung apa maksud "hanya" pada kalimat bertanda seru tiga buah tadi... Tetapi, toh masih ada tiga orang jernih tadi, kendati hanya tiga orang.
Memang hanya tiga orang, tetapi dari tiga orang mungkin bisa menjadi empat, dan empat menjadi lima dan seterusnya. Lagi pula teman saya mengatakan bahwa nabi itu tidak sampai ribuan jumlahnya. Kendati sudah pasti tiga orang ini sama sekali bukan nabi dan pasti punya kekurangan sebagai manusia biasa saja, tetapi semangat tiga orang ini tidak bisa diabaikan begitu saja.
Apa yang terjadi pada Restorasi Meiji bila bukan semangat! Apa yang terjadi dengan Proklamasi Republik Indonesia waktu itu bila bukan kristalisasi semangat! Tetapi juga, apa yang terjadi dengan kasus Rp 250 juta tadi bila bukan semangat! Semangat apa? Semangat yang terlalu bersemangat menimbun harta, karena khawatir jadi anggota DPR atau DPRD zaman sekarang belum tentu bisa bertahan lima tahun!
***
NAMUN, biar bagaimanapun, wakil rakyat itu masih diperlukan. Paling tidak, siapa yang akan menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bila wakil rakyat ditiadakan? Bila hal itu ditanyakan kepada rakyat (bukan wakilnya), pasti tidak ada yang setuju. Tetapi, bila BBM tidak naik maka pemerintah tidak bisa menyubsidi sektor pendidikan? Sekarang, kok, BBM sudah dua kali naik, pendidikan tetap mahal, katanya disubsidi? Konon ini hasil subsidi, tetapi memang masih terasa sangat mahal, karena masuk SMU saja biayanya sudah jutaan rupiah. Jadi bayangkan kalau BBM tidak dinaikkan, bisa-bisa masuk kelompok bermain harus membayar Rp 1,2 milyar. Lalu masuk perguruan tinggi, mungkin sekitar Rp 40 milyar! Itulah sebabnya Pak Simatupang menyimpan Rp 40 milyar di rumahnya, karena bisa jadi ada salah satu anaknya yang mau masuk perguruan tinggi!
***
KEMBALI pada masalah Presiden dan Wakil Presiden, rakyat dan wakil rakyat. Saya heran, sudah jelas jadi wakil itu lebih enak-contoh wakil rakyat jauh lebih makmur ketimbang jadi rakyat-tetapi di Jakarta kenapa orang-orang meributkan masalah kursi gubernur, bukan wakil gubernur. Tidak habis pikir saya!
Sebenarnya kalau mau menjadi gubernur, kita harus melihat pengalaman kesebelasan Korea Selatan. Kenapa kesebelasan Korea Selatan akhirnya kalah? Karena mereka banyak pendukungnya. Biasanya yang banyak didukung pasti kalah! Contohnya, calon gubernur yang banyak didukung rakyat, biasanya kalah. Tetapi, yang hanya didukung oleh satu orang saja (yang bukan rakyat), sepertinya dialah yang akan menang!!
Makanya, hai para calon gubernur, kalau ada rakyat yang mendukung Anda, segeralah Anda marah. "Hei rakyat! Jangan coba-coba mendukung saya! Nanti malah saya kalah!"
Dan segera cari dukungan cukup dari satu orang saja (yang bukan rakyat tentunya). Mengenai satu orang ini siapa, silakan Anda mencari jawabannya dan kirimkan pada alamat www.malink.com atau PO Boks: 250-JUTA.
Kolom ASAL USUL
Wakil Rakyat
Oleh Harry Roesli
hroesli@bdg.centrin.net.id
GAJI presiden lebih besar dari gaji wakil presiden. Gaji gubernur juga lebih banyak dari gaji wakil gubernur. Gaji camat pasti juga lebih dari wakil camat. Jadi gaji rakyat seharusnya lebih besar dari gaji wakil rakyat, ya toh!?
Saya ini sudah jadi rakyat, dan anggota DPR maupun DPRD itu baru jadi wakil rakyat. Untuk itu, kalau kemarin-kemarin ini beberapa koran lokal di Bandung dan Jawa Barat memberitakan bahwa anggota DPRD Jawa Barat diguyuri uang sebesar Rp 25 milyar dan dibagi-bagikan Rp 250 juta per-kepala, sudah seharusnya saya sebagai rakyat mendapat lebih besar dari itu. Sekali lagi mereka itu baru jadi wakil rakyat, sedangkan saya sudah jadi rakyat!
Ketika saya datangi kantor Gubernur Jawa Barat yang membagikan uang itu dari pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka saya mendapatkan jawaban, "Anda itu rakyat sedangkan mereka itu yang terhormat wakil rakyat, jadi Anda tidak berhak mendapatkan uang apa pun!"
"Lho? Justru itu, saya ini rakyat dan mereka itu baru wakil rakyat, kenapa wakil rakyat dapat, sedangkan saya yang rakyat tidak dapat?"
"Wah, tidak ada alokasi dananya, Pak!"
Saya berpikir, kalau begitu sial betul Ibu Mega. Mendingan jadi Pak Hamzah Haz! Mendingan jadi wakil!!
***
SEMENTARA itu, berita tentang patgulipat Rp 250 juta per kepala di DPRD Jawa Barat ini terkuak karena ada dua orang dari Partai Keadilan yang duduk di DPRD Jawa Barat merasa risi menerima uang tadi. Dan, akhirnya uang itu mereka bagikan ke rakyat. Maka terlansirlah berita tadi di koran-koran lokal. Biar bagaimanapun di zaman karatan seperti ini, moral kedua orang Partai Keadilan tadi harus diacungi jempol tangan dan kalau perlu ditambah dua jempol kaki. Sebenarnya tidak penting dari partai apa pun bagi saya, tetapi saya merasa kagum kepada kedua orang tadi. Tentu secara an sich pribadi!
Dan belum habis kekaguman saya, tiba-tiba Ibu Ade (saya lupa nama panjangnya) mengundurkan diri dari keanggotaan DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, karena merasa mengkhianati rakyat ketika Pansus Buloggate II diaborsi! Malamnya, saya dan teman-teman langsung membuat pengajian yang didedikasikan kepada mereka bertiga. Semoga mereka diberi kekuatan dan keselamatan dari Allah SWT, amien!
Entah bagi orang lain, tetapi bagi saya pribadi tindakan bermoral dari mereka bertiga tadi menunjukkan bahwa kebajikan belum mati! Kala seorang fungsionaris DPRD Jawa Barat dalam sebuah wawancara dengan sebuah majalah berita mingguan membuat pernyataan, "Ini kan hanya Rp 250 juta!!!" saya pun jadi bingung apa maksud "hanya" pada kalimat bertanda seru tiga buah tadi... Tetapi, toh masih ada tiga orang jernih tadi, kendati hanya tiga orang.
Memang hanya tiga orang, tetapi dari tiga orang mungkin bisa menjadi empat, dan empat menjadi lima dan seterusnya. Lagi pula teman saya mengatakan bahwa nabi itu tidak sampai ribuan jumlahnya. Kendati sudah pasti tiga orang ini sama sekali bukan nabi dan pasti punya kekurangan sebagai manusia biasa saja, tetapi semangat tiga orang ini tidak bisa diabaikan begitu saja.
Apa yang terjadi pada Restorasi Meiji bila bukan semangat! Apa yang terjadi dengan Proklamasi Republik Indonesia waktu itu bila bukan kristalisasi semangat! Tetapi juga, apa yang terjadi dengan kasus Rp 250 juta tadi bila bukan semangat! Semangat apa? Semangat yang terlalu bersemangat menimbun harta, karena khawatir jadi anggota DPR atau DPRD zaman sekarang belum tentu bisa bertahan lima tahun!
***
NAMUN, biar bagaimanapun, wakil rakyat itu masih diperlukan. Paling tidak, siapa yang akan menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bila wakil rakyat ditiadakan? Bila hal itu ditanyakan kepada rakyat (bukan wakilnya), pasti tidak ada yang setuju. Tetapi, bila BBM tidak naik maka pemerintah tidak bisa menyubsidi sektor pendidikan? Sekarang, kok, BBM sudah dua kali naik, pendidikan tetap mahal, katanya disubsidi? Konon ini hasil subsidi, tetapi memang masih terasa sangat mahal, karena masuk SMU saja biayanya sudah jutaan rupiah. Jadi bayangkan kalau BBM tidak dinaikkan, bisa-bisa masuk kelompok bermain harus membayar Rp 1,2 milyar. Lalu masuk perguruan tinggi, mungkin sekitar Rp 40 milyar! Itulah sebabnya Pak Simatupang menyimpan Rp 40 milyar di rumahnya, karena bisa jadi ada salah satu anaknya yang mau masuk perguruan tinggi!
***
KEMBALI pada masalah Presiden dan Wakil Presiden, rakyat dan wakil rakyat. Saya heran, sudah jelas jadi wakil itu lebih enak-contoh wakil rakyat jauh lebih makmur ketimbang jadi rakyat-tetapi di Jakarta kenapa orang-orang meributkan masalah kursi gubernur, bukan wakil gubernur. Tidak habis pikir saya!
Sebenarnya kalau mau menjadi gubernur, kita harus melihat pengalaman kesebelasan Korea Selatan. Kenapa kesebelasan Korea Selatan akhirnya kalah? Karena mereka banyak pendukungnya. Biasanya yang banyak didukung pasti kalah! Contohnya, calon gubernur yang banyak didukung rakyat, biasanya kalah. Tetapi, yang hanya didukung oleh satu orang saja (yang bukan rakyat), sepertinya dialah yang akan menang!!
Makanya, hai para calon gubernur, kalau ada rakyat yang mendukung Anda, segeralah Anda marah. "Hei rakyat! Jangan coba-coba mendukung saya! Nanti malah saya kalah!"
Dan segera cari dukungan cukup dari satu orang saja (yang bukan rakyat tentunya). Mengenai satu orang ini siapa, silakan Anda mencari jawabannya dan kirimkan pada alamat www.malink.com atau PO Boks: 250-JUTA.