Rabu, 27/10/2010 04:13 WIB
Relawan PMI Tewas Saat Menjemput Mbah Maridjan
Meylan Fredi Ismawan - detikNews
"Ada Relawan TNI dari Bantul, Tutur Priyono, tewas di atas dan dibawa ke RS Sarjito," ujar Sekretaris PMI Kecamatan Pakem, Wahyu Dwi Hantoro," kepada wartawan di posko pengungsian Hargobinangun, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010).
Wahyu menuturkan, Tutur tewas dalam misi menjemput Mbah Maridjan. Tutur terpanggang awan panas alias wedhus gembel yang dikeluarkan Gunung Merapi sore tadi. Rencananya, Tutur akan mengamankan Mbah Maridjan dari wedhus gembel tersebut.
"Tewas di atas bersama tim," terang Wahyu.
Saat ini jenazah para korban awan panas Gunung Merapi yang tewas di sekitar rumah Mbah Maridjan tengah diidentifikasi di RS Sardjito, Yogyakarta. Hingga saat ini baru berhasil diidentifikasi sebanyak 9 korban meninggal akibat awan panas tersebut.
Berikut identitas 9 jenazah korban awan panas Gunung Merapi yang ditemukan di sekitar rumah Mbah Maridjan :
1. Parno (pria/ warga Dusun Kinahrejo)
2. Yuniawan Wahyu Nugroho (pria/ wartawan VIVAnews)
3. Sipon (wanita/ warga Dusun Kinahrejo)
4. Wahono (pria/ relawan lereng merapi)
5. Tutur Priyono (pria/ relawan PMI)
6. Imam (pria/ warga Kinahrejo)
7. Mukiman (pria/ warga Kinahrejo)
8. Ny. Puji Sasono (wanita/warga Kinahrejo)
9. Barno Utama (pria/warga Kinahrejo)
(van/nvc)
Rabu, 27/10/2010 07:31 WIB
Mbah Maridjan Ditemukan Meninggal Dunia dalam Posisi Sujud di Dapur
Febriani - detikNews
Jakarta - Akhirnya misteri keberadaan Mbah Maridjan terpecahkan. Kuncen Gunung Merapi itu ditemukan Tim SAR telah meninggal dunia. Mbah Maridjan meninggal dalam posisi sujud.
"Ditemukan di dapur dalam posisi sujud," kata anggota Tim SAR, Suseno, saat ditemui di RS Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010).
Tim evakuasi segera membawa jenazah Mbah Maridjan ke tempat yang aman. Jasad Mbah Maridjan yang lahir pada 1927 ini kini tengah diidentifikasi di rumah sakit.
"Tim mengevakuasi Mbah Maridjan sekitar pukul 05.00 WIB," tambah Suseno.
Pada Senin (26/10) malam sempat tersiar kabar Mbah Maridjan masih hidup. Namun kini setelah tim evakuasi melanjutkan pencarian dipastikan Mbah Maridjan meninggal dunia. Di kawasan rumah Mbah Maridjan, ada 16 orang yang ditemukan tewas.
Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu pun sebelumnya mendapatkan kabar bahwa Mbah Maridjan meninggal dunia karena ada jenazah yang mirip dengan pembantu setia (alm) Sultan HB IX itu. Kabar terbaru ini berarti juga meluruskan informasi yang berkembang sebelumnya bahwa pria bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo itu telah diselamatkan dalam kondisi lemas semalam. (ndr/nrl)
Rabu, 27/10/2010 10:18 WIB
In Memoriam
Mbah Maridjan, Menepati Janji Sampai Mati
Anwar Khumaini - detikNews
Yogyakarta - Seribu pertanyaan dari publik tentang keberadaan Mbah Maridjan terjawab sudah. Juru kunci gunung Merapi itu ikut gugur di pangkuan Gunung Merapi. Amanah Sultan HB IX untuk menjaga gunung paling berbahaya di Indonesia itu, selesai sudah.
"Dilihat dari batiknya dan kopiah yang dipakai di kepalanya kita yakin (itu jenazah Mbah Mardijan)," kata petugas Tim SAR Yogyakarta, Suseno, saat ditemui di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010). Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di dapur. Luka bakar terdapat di tubuhnya. Bajunya robek-robek.
Nama Raden Ngabehi Suraksohargo atau yang lebih terkenal dengan panggilan Mbah Mardijan melambung seiring dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, pada 2006 lalu.
Mbah Maridjan terkenal karena sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini.
Bahkan, saking terkenalnya pria kelahiran Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, tahun 1927 itu, Pemerintah Jerman yang saat itu sedang menggelar hajatan Piala Dunia bermaksud mengundang Mbah Maridjan untuk menghadiri pembukaan Piala Dunia 2006. Si Mbah lantang menolak. "Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya," tutur pria sepuh itu.
Bagaimana Mbah Maridjan setelah dikenal dunia? Apalagi Si Mbah saat ini telah menjadi ikon produk jamu "Roso-roso"! Adakah perbedaan dengan Si Mbah setelah lebih 'berada'? Ternyata tidak. Mbah Maridjan tetap seperti yang dulu, ramah, rendah hati dan selalu tersenyum menghadapi siapa pun meski belum kenal sama sekali.
"Saya ya tetap seperti ini," ujar Mbah Maridjan dengan Bahasa Jawa khasnya saat
ditemui detikcom di sela-sela kesibukannya yang terus menerima tamu di saat
musim liburan Natal dan Tahun Baru, Senin (24/12/2007) silam.
Mbah Maridjan menuturkan, pascameletusnya Gunung Marapi pada 2006 silam, banyak perubahan pada dirinya. Selain menjadi terkenal, dia menjadi ikon produk jamu yang juga membuat namanya semakin melambung.
"Tapi soal honor, itu bukan saya yang mengurusi. Tapi anak-anak saya, dan masyarakat juga menikmati hasilnya," papar pria bersahaja ini.
Pengalaman lucu pun diceritakan Mbah Maridjan saat pengambilan gambar dalam iklan tersebut. "Waktu itu saya diajari agar saya mengangkat tangan saya sambil membawa gelas dan mengatakan 'roso-roso'. Sering diulang," kata Mbah Maridjan disambut tawa para tamunya.
Karena usianya yang semakin renta, Mbah Maridjan mengaku sudah tidak kuat lagi melakukan aktivitas sehari-hari semisal berladang dan mencari rumput. "Rumput satu kali mencari biasanya bobotnya 50 kilo. Jadi pundak saya sudah nggak kuat untuk mengangkatnya," cerita Mbah Maridjan sambil tertawa.
"Kan sudah minum jamu 'roso-roso' itu, Mbah?" Mbah Maridjan hanya tertawa lebar
mendengar pertanyaan tersebut.
Sayangnya, saat itu Mbah Marijan tidak mau lagi difoto bareng dengan pengunjung. Hal ini berbeda 2006 lalu tatkala Si Mbah dengan sabar bersedia meladeni tamu yang hendak berpose dengannya.
"Nanti kalau mau difoto tembok saya sudah nggak bisa lagi menampung foto-fotonya," ujar si mbah sembari menunjukkan foto-foto Mbah Maridjan dengan berbagai pose yang terpampang di tembok rumahnya.
Namun kini, sosok sederhana dan rendah hati ini telah tiada. Mbah Maridjan menepati janjinya kepada Sultan HB IX untuk terus menjaga Merapi sampai akhir hayat.
Selamat jalan Mbah, di mata kami, sampeyan tetap roso!
(anw/nrl)
Relawan PMI Tewas Saat Menjemput Mbah Maridjan
Meylan Fredi Ismawan - detikNews
Foto: Reuters
Jakarta - Seorang Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) tewas bersama 15 orang lainnya di sekitar rumah juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Relawan TNI ini tewas terhembus awan panas alias wedhus gembel dalam misi menjemput Mbah Maridjan."Ada Relawan TNI dari Bantul, Tutur Priyono, tewas di atas dan dibawa ke RS Sarjito," ujar Sekretaris PMI Kecamatan Pakem, Wahyu Dwi Hantoro," kepada wartawan di posko pengungsian Hargobinangun, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010).
Wahyu menuturkan, Tutur tewas dalam misi menjemput Mbah Maridjan. Tutur terpanggang awan panas alias wedhus gembel yang dikeluarkan Gunung Merapi sore tadi. Rencananya, Tutur akan mengamankan Mbah Maridjan dari wedhus gembel tersebut.
"Tewas di atas bersama tim," terang Wahyu.
Saat ini jenazah para korban awan panas Gunung Merapi yang tewas di sekitar rumah Mbah Maridjan tengah diidentifikasi di RS Sardjito, Yogyakarta. Hingga saat ini baru berhasil diidentifikasi sebanyak 9 korban meninggal akibat awan panas tersebut.
Berikut identitas 9 jenazah korban awan panas Gunung Merapi yang ditemukan di sekitar rumah Mbah Maridjan :
1. Parno (pria/ warga Dusun Kinahrejo)
2. Yuniawan Wahyu Nugroho (pria/ wartawan VIVAnews)
3. Sipon (wanita/ warga Dusun Kinahrejo)
4. Wahono (pria/ relawan lereng merapi)
5. Tutur Priyono (pria/ relawan PMI)
6. Imam (pria/ warga Kinahrejo)
7. Mukiman (pria/ warga Kinahrejo)
8. Ny. Puji Sasono (wanita/warga Kinahrejo)
9. Barno Utama (pria/warga Kinahrejo)
(van/nvc)
Rabu, 27/10/2010 07:31 WIB
Mbah Maridjan Ditemukan Meninggal Dunia dalam Posisi Sujud di Dapur
Febriani - detikNews
Jakarta - Akhirnya misteri keberadaan Mbah Maridjan terpecahkan. Kuncen Gunung Merapi itu ditemukan Tim SAR telah meninggal dunia. Mbah Maridjan meninggal dalam posisi sujud.
"Ditemukan di dapur dalam posisi sujud," kata anggota Tim SAR, Suseno, saat ditemui di RS Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010).
Tim evakuasi segera membawa jenazah Mbah Maridjan ke tempat yang aman. Jasad Mbah Maridjan yang lahir pada 1927 ini kini tengah diidentifikasi di rumah sakit.
"Tim mengevakuasi Mbah Maridjan sekitar pukul 05.00 WIB," tambah Suseno.
Pada Senin (26/10) malam sempat tersiar kabar Mbah Maridjan masih hidup. Namun kini setelah tim evakuasi melanjutkan pencarian dipastikan Mbah Maridjan meninggal dunia. Di kawasan rumah Mbah Maridjan, ada 16 orang yang ditemukan tewas.
Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu pun sebelumnya mendapatkan kabar bahwa Mbah Maridjan meninggal dunia karena ada jenazah yang mirip dengan pembantu setia (alm) Sultan HB IX itu. Kabar terbaru ini berarti juga meluruskan informasi yang berkembang sebelumnya bahwa pria bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo itu telah diselamatkan dalam kondisi lemas semalam. (ndr/nrl)
Rabu, 27/10/2010 10:18 WIB
In Memoriam
Mbah Maridjan, Menepati Janji Sampai Mati
Anwar Khumaini - detikNews
Yogyakarta - Seribu pertanyaan dari publik tentang keberadaan Mbah Maridjan terjawab sudah. Juru kunci gunung Merapi itu ikut gugur di pangkuan Gunung Merapi. Amanah Sultan HB IX untuk menjaga gunung paling berbahaya di Indonesia itu, selesai sudah.
"Dilihat dari batiknya dan kopiah yang dipakai di kepalanya kita yakin (itu jenazah Mbah Mardijan)," kata petugas Tim SAR Yogyakarta, Suseno, saat ditemui di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010). Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di dapur. Luka bakar terdapat di tubuhnya. Bajunya robek-robek.
Nama Raden Ngabehi Suraksohargo atau yang lebih terkenal dengan panggilan Mbah Mardijan melambung seiring dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, pada 2006 lalu.
Mbah Maridjan terkenal karena sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini.
Bahkan, saking terkenalnya pria kelahiran Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, tahun 1927 itu, Pemerintah Jerman yang saat itu sedang menggelar hajatan Piala Dunia bermaksud mengundang Mbah Maridjan untuk menghadiri pembukaan Piala Dunia 2006. Si Mbah lantang menolak. "Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya," tutur pria sepuh itu.
Bagaimana Mbah Maridjan setelah dikenal dunia? Apalagi Si Mbah saat ini telah menjadi ikon produk jamu "Roso-roso"! Adakah perbedaan dengan Si Mbah setelah lebih 'berada'? Ternyata tidak. Mbah Maridjan tetap seperti yang dulu, ramah, rendah hati dan selalu tersenyum menghadapi siapa pun meski belum kenal sama sekali.
"Saya ya tetap seperti ini," ujar Mbah Maridjan dengan Bahasa Jawa khasnya saat
ditemui detikcom di sela-sela kesibukannya yang terus menerima tamu di saat
musim liburan Natal dan Tahun Baru, Senin (24/12/2007) silam.
Mbah Maridjan menuturkan, pascameletusnya Gunung Marapi pada 2006 silam, banyak perubahan pada dirinya. Selain menjadi terkenal, dia menjadi ikon produk jamu yang juga membuat namanya semakin melambung.
"Tapi soal honor, itu bukan saya yang mengurusi. Tapi anak-anak saya, dan masyarakat juga menikmati hasilnya," papar pria bersahaja ini.
Pengalaman lucu pun diceritakan Mbah Maridjan saat pengambilan gambar dalam iklan tersebut. "Waktu itu saya diajari agar saya mengangkat tangan saya sambil membawa gelas dan mengatakan 'roso-roso'. Sering diulang," kata Mbah Maridjan disambut tawa para tamunya.
Karena usianya yang semakin renta, Mbah Maridjan mengaku sudah tidak kuat lagi melakukan aktivitas sehari-hari semisal berladang dan mencari rumput. "Rumput satu kali mencari biasanya bobotnya 50 kilo. Jadi pundak saya sudah nggak kuat untuk mengangkatnya," cerita Mbah Maridjan sambil tertawa.
"Kan sudah minum jamu 'roso-roso' itu, Mbah?" Mbah Maridjan hanya tertawa lebar
mendengar pertanyaan tersebut.
Sayangnya, saat itu Mbah Marijan tidak mau lagi difoto bareng dengan pengunjung. Hal ini berbeda 2006 lalu tatkala Si Mbah dengan sabar bersedia meladeni tamu yang hendak berpose dengannya.
"Nanti kalau mau difoto tembok saya sudah nggak bisa lagi menampung foto-fotonya," ujar si mbah sembari menunjukkan foto-foto Mbah Maridjan dengan berbagai pose yang terpampang di tembok rumahnya.
Namun kini, sosok sederhana dan rendah hati ini telah tiada. Mbah Maridjan menepati janjinya kepada Sultan HB IX untuk terus menjaga Merapi sampai akhir hayat.
Selamat jalan Mbah, di mata kami, sampeyan tetap roso!
(anw/nrl)